Bimbingan Perkawinan Calon Pengantin: Upaya Mewujudkan Ketahanan Keluarga Nasional
Informasi

Bimbingan Perkawinan Calon Pengantin: Upaya Mewujudkan Ketahanan Keluarga Nasional

  04 Sep 2024 |   18 |   Penulis : Humas Cabang APRI Bengkulu|   Publisher : Biro Humas PP APRI

Pengurus Cabang Asosiasi penghulu Republik Indonesia (APRI) Lebong
Bimbingan Perkawinan
Pelaksanaan Bimbingan Perkawinan atau yang dikenal dengan istilah Binwin adalah bentuk revitalisasi pelaksanaan pendidikan bagi calon pengantin yang dulu dikenal dengan Kursus Calon Pengantin atau Suscatin. Binwin adalah serangkaian kegiatan pendidikan cara baru bagi calon pengantin yang secara materi dan metode lebih efektif dan efisien dalam rangka menyiapkan calon pengantin agar lebih siap lahir dan batin menyambut kehidupan berumah tangga bersama pasangannya dalam rangka mewujudkan keluarga yang sakinah.
Terwujudnya keluarga Sakinah, dalam prosesnya juga bermuara pada perwujudan ketahanan keluarga nasional, karena unsur penting dalam ketahanan keluarga nasional adalah lembaga keluarga sebagai unit sosial paling kecil dalam negara/masyarakat.
Relevansi Binwin dengan pembentukan ketahanan keluarga nasional dapat dilihat dari proses pelaksanaan Binwin, mulai dari materi, metode, fasilitator, dan lain sebagainya yang tidak hanya terdapat dimensi nilai-nilai vertikal-spiritual berupa keluarga Sakinah, namun juga terdapat dimensi horizontal-praktikal berupa persiapan perwujudan ketahanan keluarga nasional.
Bimbingan perkawinan yang secara kelembagaan ditanggung jawabi untuk diselenggarakan oleh Kementerian Agama, pada dasarnya merupakan upaya kongkrit keterlibatan negara dalam dimensi vertikal dan horizontal ini, yang diharapkan mampu mewujudkan terbentuknya banyak keluarga sakinah di Indonesia yang pada akhirnya akan mewujudkan ketahanan keluarga sebagai salah satu pilar penting pembangunan di Indonesia.
Dalam pelaksanaanya, Binwin sendiri memiliki beragam peluang seperti adanya modal dan dukungan yang besar. Di sisi lain, Binwin juga memiliki beragam tantangan seperti kurangnya kesadaran masyarakat dan keberpihakan anggaran yang kurang.

Konsep Ketahanan Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat. Meski demikian, perannya sangat besar. Keluarga merupakan sekolah pertama dan utama bagi setiap anak bangsa sebelum terjun ke masyarakat. Keluarga juga pondasi utama dalam membangun sistem dan tatanan sosial sehingga ketahanan keluarga merupakan basis ketahanan nasional. Tujuan pembentukan keluarga secara umum adalah untuk mencapai kesejahteraan dan ketahanan keluarga. Maka dalam hal ini konsep utama ketahanan keluarga dapat dirangkum sesuai dengan Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 bahwa antara lain:

  1. Bab II: Bagian Ketiga Pasal 4 Ayat (2), bahwa pembangunan keluarga bertujuan untuk meningkatkan kualitas keluarga agar dapat timbul rasa aman, tenteram dan harapan masa depan yang lebih baik dalam mewujudkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin.
  2. Keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah dan bercirikan sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan, bertanggungjawab, harmonis dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa.
  3. Kualitas keluarga adalah kondisi keluarga yang mencakup aspek pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial budaya, kemandirian keluarga dan mental spiritual serta nilai-nilai agama yang merupakan dasar untuk mencapai keluarga sejahtera.
  4. Ketahanan dan kesejahteraan keluarga adalah kondisi keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik materil guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan batin.
  5. Pemberdayaan keluarga adalah upaya untuk meningkatkan kualitas keluarga, baik sebagai sasaran maupun sebagai pelaku pembangunan, sehingga tercipta peningkatan ketahanan baik fisik maupun non fisik, kemandirian serta kesejahteraan keluarga dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas.

Dalam kaitan/relevansinya dengan bimbingan perkawinan maka bersumber dari UU No. 52 Tahun 2009, proses pewujudan ketahanan keluarga harus dimulai dari adanya proses perkawinan yang sah, menurut nilai-nilai agama. Proses ini ditempuh untuk mewujudkan keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, jumlah anak ideal, bertanggung jawab, hidup harmonis, bertakwa, hidup mandiri, sejahtera, dan bahagia lahir dan batin, dalam kondisi pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial budaya, dan spiritual yang baik.

Share | | | |