Maulid dan refleksi Keteladanan
19 Sep 2024 | 95 | Penulis : Biro Humas APRI Sulawesi Tengah| Publisher : Biro Humas APRI Sulawesi Tengah
Opini: Maulid dan refleksi Keteladanan
Oleh: Basrin Ombo, S.Ag., M. HI
Penghulu Ahli Madya Kementerian Agama Kabupaten Poso
Bagi sebagian besar umat Islam di Indonesia, bulan Rabbi’ul Awwal menjadi momentum yang dimaknai dengan simbol-simbol penekanan terhadap sikap keteladanan. Hal ini ditandai dengan giat masyarakat yang menyambut bulan kelahiran baginda Rasul Muhammad SAW. ini dengan berbagai perayaan yang tujuannya mengarah pada bagaimana sikap seorang muslim dalam rangka mengikuti dan meneladani beliau. Peringatannya pun dilakukan dengan berbagai bentuk, ada yang dilakukan secara sederhana, ada yang dilakukan dengan cara yang besar, acaranya mulai dari membaca shalawat, membaca kitab-kitab barzanji (maulid Barzanji karya karya Sayyid Ja’far bin Husin al-Barzanzi, maulid Syaraful Al-Anam karya Imam Abdur Rahman bin Muhammad ad-Diba’i asy-Syaibani al-Yamani az-Zabidi asy-Syafi`i, maulid ad-Diba’ karya Imam Wajihuddin Abdu Ar-Rahman bin Muhammad ad-Diba’i), ada tabliq akbar bahkan ada yang membuat acaranya begitu besar yakni dengan tajuk maulid nusantara. Tempat pelaksanaannya pun mulai dari rumah-rumah penduduk, mushalla, langgar, masjid dan bahkan di lapangan. Semua ini dilakukan sebagai ekspresi masyarakat dan bentuk kegembiraan menyambut bulan kelahiran beliau yang menurut sejarah jatuh pada tanggal 12 Rabbi’ul Awwal.
Peringatan maulid nabi pertama kali digagas oleh Shalahuddin Al Ayubi (1137-1193). Ide peringatan maulid ini dimaksudkan untuk membangkitkan semangat juang umat Islam yang saat itu mulai turun dalam menghadapi musuh-musuh Islam pada perang Salib. Pada peringatan itu dijelaskan perjuangan nabi Muhammad SAW. dan segala bentuk rintangan yang dihadapi beliau dalam menyebarkan dakwah Islam. Usaha ini berhasil membangkitkan semangat umat dalam menghadapi musuh Islam. Tradisi itu berlangsung secara turun temurun, hingga generasi kita sekarang.
Memperingati maulid hakekatnya sebagai upaya mengingat kembali hari kelahiran dan sejarah hidup nabi, meningkatkan komitmen memegang teguh ajarannya dan menjadikan beliau sebagai figur teladan utama bagi kaum muslimin khususnya dan setiap manusia pada umumnya. Memperingati hari lahir Nabi Muhammad SAW. tidaklah dimaksudkan untuk mengkultuskannya, karena beliaupun tidak membolehkan umat mengkultuskannya, apatah lagi bila seseorang melakukan pengkultusan manusia biasa, seperti banyak terjadi dikalangan masyarakat saat ini. Peringatan maulid semata-mata ungkapan rasa cinta kepada Rasulullah SAW., bahwa pada diri beliaulah terdapat contoh dan suri keteladanan yang patut menjadi panutan. “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”. (Q.S. Al-Ahzab ayat 21).
Berbicara tentang pemimpin dan kepemimpinan, maka teladan yang paling baik adalah kepemimpinan Rasulullah SAW. Dalam kurun waktu yang singkat beliau berhasil merekontruksi akhlak masyarakat Mekah dari akhlak jahiliah menjadi masyarakat yang berakhlak mulia. Bahkan keberhasilan beliau dalam mengubah tatanan masyarakat dari aspek moralitas tersebut manjadi alasan Michael Hart (seorang penulis non muslim) menempatkan nabi diurutan pertama diantara 100 tokoh paling berpengaruh di dunia.
Saat ini krang lebih 1400 tahun yang lalu, kepemimpinan beliau masih sangat relevan untuk mnjadi teladan bagi kita semua. Beliau kepala negara namun hidup sederhana, beliau panglima tapi sangat menyayangi para prajurit-prajuritnya. Beliau seorang suami dan bapak, beliau sangat memuliakan istri dan mencintai anak-anaknya. Dan setiap kepemimpinan beliau terdapat kesejukan, ketentraman, tidak berat sebelah, adil dan bijaksana. Maka sebagai bentuk refleksi, saatnya kita membutuhkan pemimpin yang berakhlak mulia seperti yang dicontohkan Rasulullah. Pemimpin yang punya hati nurani, hidup sederhana, bukan hidup bergelimang kemewahan ketika rakyat hidup sengsara. Pemimpin yang adil dan bijaksana, bukan pemimpin otoriter dan sok kuasa. Pemimpin yang pro-rakyat, bukan pemimpin yang hanya menjadikan rakyat sebagai pijakan meraih kekuasaan. Pemimpin yang peduli rakyat, bukan pemimpin yang mementingkan citra politik dan melanggengkan kekuasaanya. Pemimpin yang tutur katanya merupakan pemecah masalah, bukan menjadi sumber masalah. Maka momentum peringatan maulid ini, kita jadikan sarana untuk merefleksi diri agar senantiasa menjadikan baginda Rasul Muhammad SAW. benar-banar menjadi suri tauladan bagi kita dalam setiap sisi kehidupan.