Maulid dan refleksi Keteladanan
19 Sep 2024 | 26 | Penulis : Biro Humas APRI Sulawesi Tengah| Publisher : Biro Humas APRI Sulawesi Tengah
Opini:
Maulid dan refleksi Keteladanan
Oleh:
Basrin Ombo, S.Ag., M. HI
Penghulu
Ahli Madya Kementerian Agama Kabupaten Poso
Bagi
sebagian besar umat Islam di Indonesia, bulan Rabbi’ul Awwal menjadi momentum
yang dimaknai dengan simbol-simbol penekanan terhadap sikap keteladanan. Hal
ini ditandai dengan giat masyarakat yang menyambut bulan kelahiran baginda
Rasul Muhammad SAW. ini dengan berbagai perayaan yang tujuannya mengarah pada
bagaimana sikap seorang muslim dalam rangka mengikuti dan meneladani beliau.
Peringatannya pun dilakukan dengan berbagai bentuk, ada yang dilakukan secara
sederhana, ada yang dilakukan dengan cara yang besar, acaranya mulai dari
membaca shalawat, membaca kitab-kitab barzanji (maulid Barzanji karya karya
Sayyid Ja’far bin Husin al-Barzanzi, maulid Syaraful Al-Anam karya Imam Abdur
Rahman bin Muhammad ad-Diba’i asy-Syaibani al-Yamani az-Zabidi asy-Syafi`i,
maulid ad-Diba’ karya Imam Wajihuddin Abdu Ar-Rahman bin Muhammad ad-Diba’i),
ada tabliq akbar bahkan ada yang membuat acaranya begitu besar yakni dengan
tajuk maulid nusantara. Tempat pelaksanaannya pun mulai dari rumah-rumah
penduduk, mushalla, langgar, masjid dan bahkan di lapangan. Semua ini dilakukan
sebagai ekspresi masyarakat dan bentuk kegembiraan menyambut bulan kelahiran
beliau yang menurut sejarah jatuh pada tanggal 12 Rabbi’ul Awwal.
Peringatan
maulid nabi pertama kali digagas oleh Shalahuddin Al Ayubi (1137-1193). Ide
peringatan maulid ini dimaksudkan untuk membangkitkan semangat juang umat Islam
yang saat itu mulai turun dalam menghadapi musuh-musuh Islam pada perang Salib.
Pada peringatan itu dijelaskan perjuangan nabi Muhammad SAW. dan segala bentuk
rintangan yang dihadapi beliau dalam menyebarkan dakwah Islam. Usaha ini
berhasil membangkitkan semangat umat dalam menghadapi musuh Islam. Tradisi itu
berlangsung secara turun temurun, hingga generasi kita sekarang.
Memperingati
maulid hakekatnya sebagai upaya mengingat kembali hari kelahiran dan sejarah
hidup nabi, meningkatkan komitmen memegang teguh ajarannya dan menjadikan
beliau sebagai figur teladan utama bagi kaum muslimin khususnya dan setiap
manusia pada umumnya. Memperingati hari lahir Nabi Muhammad SAW. tidaklah
dimaksudkan untuk mengkultuskannya, karena beliaupun tidak membolehkan umat
mengkultuskannya, apatah lagi bila seseorang melakukan pengkultusan manusia
biasa, seperti banyak terjadi dikalangan masyarakat saat ini. Peringatan maulid
semata-mata ungkapan rasa cinta kepada Rasulullah SAW., bahwa pada diri
beliaulah terdapat contoh dan suri keteladanan yang patut menjadi panutan.
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat
dan Dia banyak menyebut Allah”. (Q.S. Al-Ahzab ayat 21).
Berbicara
tentang pemimpin dan kepemimpinan, maka teladan yang paling baik adalah
kepemimpinan Rasulullah SAW. Dalam kurun waktu yang singkat beliau berhasil
merekontruksi akhlak masyarakat Mekah dari akhlak jahiliah menjadi masyarakat
yang berakhlak mulia. Bahkan keberhasilan beliau dalam mengubah tatanan
masyarakat dari aspek moralitas tersebut manjadi alasan Michael Hart (seorang
penulis non muslim) menempatkan nabi diurutan pertama diantara 100 tokoh paling
berpengaruh di dunia.
Saat
ini krang lebih 1400 tahun yang lalu, kepemimpinan beliau masih sangat relevan
untuk mnjadi teladan bagi kita semua. Beliau kepala negara namun hidup
sederhana, beliau panglima tapi sangat menyayangi para prajurit-prajuritnya.
Beliau seorang suami dan bapak, beliau sangat memuliakan istri dan mencintai
anak-anaknya. Dan setiap kepemimpinan beliau terdapat kesejukan, ketentraman,
tidak berat sebelah, adil dan bijaksana. Maka sebagai bentuk refleksi, saatnya
kita membutuhkan pemimpin yang berakhlak mulia seperti yang dicontohkan
Rasulullah. Pemimpin yang punya hati nurani, hidup sederhana, bukan hidup
bergelimang kemewahan ketika rakyat hidup sengsara. Pemimpin yang adil dan
bijaksana, bukan pemimpin otoriter dan sok kuasa. Pemimpin yang pro-rakyat, bukan
pemimpin yang hanya menjadikan rakyat sebagai pijakan meraih kekuasaan.
Pemimpin yang peduli rakyat, bukan pemimpin yang mementingkan citra politik dan
melanggengkan kekuasaanya. Pemimpin yang tutur katanya merupakan pemecah
masalah, bukan menjadi sumber masalah. Maka momentum peringatan maulid ini,
kita jadikan sarana untuk merefleksi diri agar senantiasa menjadikan baginda
Rasul Muhammad SAW. benar-banar menjadi suri tauladan bagi kita dalam setiap
sisi kehidupan.