DEMOKRASI DALAM BINGKISAN?
Inspirasi

DEMOKRASI DALAM BINGKISAN?

  26 Nov 2024 |   114 |   Penulis : PC APRI Lampung Timur|   Publisher : Biro Humas APRI Lampung

DEMOKRASI DALAM BINGKISAN? 
Oleh : [H. Kasbolah, M.Pd.]

Di sebuah negeri bernama Konoha, demokrasi tidak hanya hadir dalam bentuk pidato di podium atau janji-janji kampanye di baliho. Ia merayap masuk ke rumah-rumah sederhana, menyelinap dalam bingkisan-bingkisan kecil yang menjanjikan kebahagiaan sesaat. Nenek Siyem, seorang warga tua yang hidup bersahaja, menjadi saksi dari wajah demokrasi yang berubah menjadi transaksi. Rumahnya yang biasanya sunyi mendadak ramai, tamu-tamu bergiliran datang membawa berbagai bingkisan dengan pesan yang sama: "Tolong coblos kami ya, Nek."  

Semalam sebelum hari pencoblosan, meja kayu tua di rumah Nenek Siyem penuh oleh barang-barang pemberian: kerudung, gelas, hingga tas sederhana. Meski matanya tak lagi setajam dulu, ia masih bisa merasakan bahwa semua ini adalah bagian dari sebuah permainan yang tak sepenuhnya ia pahami. “Mengapa mereka semua tiba-tiba peduli pada nenek?” gumamnya lirih. Tetapi ia tak terlalu ambil pusing; bingkisan itu tetap ia terima dengan senyum penuh rasa syukur, sembari memikirkan bagaimana ia akan menjalankan amanat yang begitu banyak itu.  

Hari pemungutan suara tiba. Dengan langkah tertatih, Nenek Siyem pergi ke TPS, menembus antrean panjang dengan semangat yang hanya bisa dimiliki oleh mereka yang percaya pada hak suaranya. Namun, saat berada di bilik suara, ia terjebak dalam dilema. Siapa yang harus ia pilih? Mereka semua telah memberikan sesuatu. Dengan polosnya, ia memutuskan untuk mencoblos semua kandidat yang menitipkan harapan lewat bingkisan itu. Baginya, itulah cara terbaik untuk membalas kebaikan mereka.  

Kepulangan Nenek Siyem dari TPS membawa sebuah cerita jenaka yang diungkapkannya kepada cucunya. Ketika ditanya siapa yang ia pilih, ia menjawab dengan polos, “Nenek coblos semuanya.” Jawaban itu membuat cucunya tertawa terbahak-bahak. Tapi di balik tawa itu, tersimpan keprihatinan yang dalam tentang bagaimana demokrasi bisa berubah menjadi komoditas. Bagi Nenek Siyem, memilih adalah tentang rasa terima kasih, bukan tentang visi atau program. Di usianya yang renta, ia hanya ingin menjadi adil kepada semua yang datang padanya.  

Cerita Nenek Siyem adalah potret kecil dari wajah demokrasi yang kompleks di Konoha. Ia mengingatkan kita bahwa dalam masyarakat yang belum sepenuhnya melek politik, demokrasi mudah tergelincir menjadi sekadar rutinitas transaksional. Namun, di balik kesederhanaannya, tindakan Nenek Siyem mengandung pelajaran mendalam: bahwa demokrasi harus dimaknai sebagai sesuatu yang lebih dari sekadar memilih. Ia harus menjadi proses mendidik, memberdayakan, dan membawa masyarakat menuju kematangan politik. Tanpa itu, bingkisan akan terus menjadi simbol dari demokrasi yang kehilangan makna sejatinya.

Share | | | |