Dalam Dekap Sunyi, Aku Menanti Sapa-Nya
Daerah

Dalam Dekap Sunyi, Aku Menanti Sapa-Nya

  16 Oct 2024 |   72 |   Penulis : PC APRI Lampung Timur|   Publisher : Biro Humas APRI Lampung

"Dalam Dekap Sunyi,
Aku Menanti Sapa-Nya"
oleh : [H.Kasbolah, M.Pd]
Pendahuluan: Aku adalah orang yang biasa saja, hidup di tengah hiruk-pikuk dunia yang seolah tidak pernah memberikan jeda untuk bernapas. Setiap hari, ujian datang silih berganti, menghantamku tanpa ampun. Satu ujian selesai, datang lagi yang baru, seolah dunia tak ingin membiarkanku berdiri tegak. Padahal, aku tahu diriku bukanlah orang yang senang berbuat jahat. Aku rajin ibadah, menjaga perasaan orang lain, dan mencoba menjadi manusia yang sebaik mungkin.

Namun, seiring waktu, dada ini semakin sesak. Pikiranku berkecamuk, bingung kenapa semua ini terjadi. Di tengah malam yang sepi, aku sering bertanya, "Ya Allah, di mana Engkau?" Rasanya aku sudah melakukan segalanya, tapi bantuan yang aku harapkan tak kunjung datang. Hari-hari berlalu dengan penuh kebingungan, sementara kesedihan terus menghantui.

Isi Cerita: Hari itu, hujan deras. Aku duduk di tepi jendela, menatap derasnya air yang seolah mewakili aliran air mataku yang tak kunjung kering. Hujan mengingatkanku pada perasaan yang terus berkecamuk di dalam dada, tentang rasa ketidakpastian dan ketidakadilan yang kurasa. Aku tahu bahwa hidup tak selalu mudah, namun ujian ini seakan terlalu berat untuk kutanggung. Aku terus menanti pertolongan Allah, berharap ada secercah cahaya yang akan datang dan membawaku keluar dari gelapnya kesulitan.

Di setiap doa, aku meminta, aku memohon, bahkan dalam diam pun aku menyerahkan segala urusan kepada-Nya. Tapi, mengapa jawabannya selalu sunyi? Tak ada tanda, tak ada petunjuk. Seolah aku ditinggalkan sendiri di tengah badai kehidupan.

Namun, di suatu malam yang sunyi, di tengah perasaan hampir putus asa, aku teringat satu kalimat yang pernah kudengar, “Allah tahu kapan waktu yang tepat untuk menolong hamba-Nya.” Sebuah kalimat sederhana, namun seakan membuka ruang di hatiku yang selama ini tertutup oleh duka. Mungkin, pikirku, Allah sedang menunggu saat yang tepat. Aku terlalu terburu-buru menuntut pertolongan, padahal Allah tahu persis kapan aku benar-benar membutuhkannya.

Hari demi hari, aku mulai mengubah cara pandangku. Bukan lagi bertanya "Mengapa?" atau "Kapan?", tetapi mencoba bersabar dan mempercayai bahwa ada rencana indah di balik semua ini. Setiap kali dada terasa sesak, aku mengingatkan diriku, bahwa pertolongan-Nya mungkin belum datang karena belum waktunya. Setiap kali kesedihan mendera, aku meyakinkan diri bahwa kesedihan ini hanyalah bagian dari proses menuju kebahagiaan yang lebih besar.

Penutup: Pada akhirnya, aku belajar bahwa sunyi bukan berarti tiada. Ketika Allah belum menyapa, bukan berarti Dia tidak peduli. Mungkin aku terlalu kecil untuk memahami rencana-Nya, namun aku mulai percaya bahwa segala yang terjadi, baik itu duka atau bahagia, adalah bagian dari kasih sayang-Nya. Aku terus menanti, dengan hati yang mulai lebih tenang, bahwa pertolongan-Nya akan datang tepat pada saat yang telah Ia tentukan. Di balik derita, ada harapan. Di balik kesunyian, ada dekapan cinta-Nya yang selalu setia menunggu waktu yang sempurna.

Terima kasih.

Share | | | |