Inspirasi
Tumpeng: Simbol Syukur dan Kebersamaan di Hari Santri Nasional
19 Oct 2024 | 119 | Penulis : PC APRI Lampung Timur| Publisher : Biro Humas APRI Lampung
Tumpeng: Simbol Syukur dan Kebersamaan di Hari Santri Nasional
Hari Santri Nasional selalu menjadi momen bersejarah bagi para santri di seluruh penjuru negeri. Di balik gema takbir dan lantunan shalawat yang menghiasi peringatan ini, ada satu tradisi unik yang senantiasa memeriahkan suasana—yakni, tumpeng. Tumpeng, dengan bentuknya yang menjulang tinggi, berwarna kuning keemasan, dikelilingi lauk-pauk yang menggoda selera, bukan sekadar hidangan. Ia adalah simbol syukur dan kebersamaan, yang menyatu dalam tradisi Nusantara.
Setiap kali apel Hari Santri selesai, tumpeng menjadi pusat perhatian. Para santri, para ustadz, dan masyarakat duduk melingkar, menikmati hidangan tersebut dengan canda tawa yang penuh keakraban. Tak ada batasan usia atau perbedaan latar belakang, semuanya menyatu dalam kebersamaan. Di sini, tumpeng menjadi medium pengikat silaturahmi, menjembatani perbedaan dan memperkuat ikatan kekeluargaan, sejalan dengan semangat santri yang selalu menanamkan nilai kebersamaan dalam keberagaman.
Namun, makna tumpeng tidak berhenti pada momen makan bersama. Dalam filosofi Jawa, tumpeng adalah simbol spiritual. Puncaknya yang menjulang ke atas mencerminkan harapan dan doa yang selalu dipanjatkan kepada Sang Pencipta. Di Hari Santri, tumpeng menjadi pengingat bahwa perjuangan santri dalam menjaga nilai-nilai Islam di Indonesia adalah ibadah yang dilandasi dengan kesungguhan dan keikhlasan. Setiap lapisan lauknya menggambarkan ragam pengalaman, tantangan, dan pencapaian yang dihadapi santri selama menuntut ilmu.
Secara etimologi kata tumpeng berasal dari Bahasa Jawa akronin dari yen metu kudu mempeng, artinya bila melakukan suatu pekerjaan harus sampai tuntas. "yen metu kudu mempeng" berarti "ketika keluar harus sungguh-sungguh dan bersemangat". Kata tumpengan adalah serapan dari Bahasa Jawa (Oda I.B. Hariyanto,2016 dalam Cahyani, 2013), sedang tumpengan merupakan kata benda ang mendapatkan akhiran an, tujuannnya “mendapatkan makna benda yang dikenal pekerjaan” artinya sesuatu yang dimakan. (Oda Ib Hariyanto , 2016)
Momentum makan tumpeng bersama ini juga mencerminkan filosofi gotong royong. Setiap orang berperan, ada yang mengambil piring, ada yang memotong tumpeng, dan ada yang membagikan lauk. Dalam setiap langkah tersebut, terselip ajaran bahwa kehidupan santri tidak pernah berjalan sendiri. Mereka berjuang bersama, saling mendukung, dan terus memperkuat ukhuwah Islamiyah.
Peringatan Hari Santri Nasional dengan tumpeng sebagai salah satu elemennya adalah wujud nyata dari bagaimana tradisi lokal dapat berpadu dengan nilai-nilai Islam. Ia menunjukkan bahwa menjadi santri bukan sekadar belajar di pesantren, tetapi juga merawat warisan budaya yang kaya dengan nilai-nilai luhur. Tumpeng mengajarkan santri tentang pentingnya syukur, kebersamaan, dan doa yang tak pernah putus. Momentum ini menjadikan tumpeng lebih dari sekadar hidangan, tetapi sebagai refleksi semangat hidup dan perjuangan santri dalam menjaga agama, bangsa, dan negara.
Di Hari Santri Nasional 2024 ini, mari kita refleksikan kembali makna tumpeng. Melalui momen ini, kita memperkuat rasa syukur atas nikmat ilmu dan kesempatan yang diberikan, serta mempertegas komitmen untuk terus memperjuangkan nilai-nilai kebaikan dalam kehidupan. Semoga semangat santri yang tercermin dalam tumpeng terus membawa berkah bagi negeri ini.
"Selamat Hari Santri Nasional 2024, Menyambung Juang, Merengkuh Masa Depan. [H. Kasbolah, M.Pd.; Penghulu KUA Sekampung Udik]