Ngaji Tasawuf
Inspirasi

Ngaji Tasawuf

  13 Jan 2025 |   54 |   Penulis : PC APRI Lampung Timur|   Publisher : Biro Humas APRI Lampung

Tahapan Amal Seorang Salik
Amal Syariat,Tharikat dan Hakekat/Makrifat
Dalam Pandangan Sayyid Bakri bin Sayyid Muhammad Syatha Ad-Dimyathi dan
KH. Muhammad Bakhiet bin KH. Ahmad Mughni 
Oleh : Tohari bin Misro


Dalam Islam seseorang beragama mempunyai tiga tingkatan. Pertama, islam, kemudian (kedua) yang lebih tinggi dari islam yaitu iman dan tingkatan ketiga yang paling tinggi yaitu ihsan berdasarkan pada hadis sahih riwayat Muslim dari Umar bin atau bisa dilihat dikitab matan hadis arbaiin an-nawawiyah nomer dua yang judulnya
"IMAN, ISLAM DAN IHSAN"
عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَيْضاً قَالَ : بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ، لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ، وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ، حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ: يَا مُحَمَّد أَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِسْلاَمِ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : اْلإِسِلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكاَةَ وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ   وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً قَالَ : صَدَقْتَ، فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ، قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِيْمَانِ قَالَ : أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ. قَالَ صَدَقْتَ، قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِحْسَانِ، قَالَ: أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ . قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ السَّاعَةِ، قَالَ: مَا الْمَسْؤُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ. قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ أَمَارَاتِهَا، قَالَ أَنْ تَلِدَ اْلأَمَةُ رَبَّتَهَا وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ فِي الْبُنْيَانِ، ثُمَّ انْطَلَقَ فَلَبِثْتُ مَلِيًّا، ثُمَّ قَالَ : يَا عُمَرَ أَتَدْرِي مَنِ السَّائِلِ ؟ قُلْتُ : اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمَ . قَالَ فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتـَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ .
Dari Umar radhiallahuanhu juga dia berkata : Ketika kami duduk-duduk disisi Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam suatu hari tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk dihadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya kepada kepada lututnya (Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam) seraya berkata: “ Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam ?”, maka bersabdalah Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam : “ Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada Ilah (Tuhan yang disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu “, kemudian dia berkata: “ anda benar “. Kami semua heran, dia yang bertanya dia pula yang  membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi: “ Beritahukan aku tentang Iman “. Lalu beliau bersabda: “ Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk “, kemudian dia berkata: “ anda benar“.  Kemudian dia berkata lagi: “ Beritahukan aku tentang ihsan “. Lalu beliau bersabda: “ Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau” . Kemudian dia berkata: “ Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan kejadiannya)”. Beliau bersabda: “ Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya “. Dia berkata:  “ Beritahukan aku tentang tanda-tandanya “, beliau bersabda:  “ Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba, (kemudian)  berlomba-lomba meninggikan bangunannya “, kemudian orang itu berlalu dan aku berdiam sebentar. Kemudian beliau (Rasulullah) bertanya: “ Tahukah engkau siapa yang bertanya ?”. aku berkata: “ Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui “. Beliau bersabda: “ Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan agama kalian “.
[HR Muslim, no. 8]

Penulis mencoba menjelaskan secara singkat tiga tingakatan seseorang dalam agama islam.

Tingkatan pertama adalah islam, dan orang yang berada di tingkatan ini disebut sebagai muslim.
Ketika seseorang melakukan amalan yang wajib, menjauhi yang haram, tetapi dia terjerumus ke dalam dosa dan tidak segera bertaubat darinya, maka dia berada di tingkatan ini yaitu tingkatan islam, dan dia disebut sebagai muslim.

Tingkatan kedua adalah iman, dan orang yang berada di tingkatan ini disebut sebagai mu’min.
Ketika seseorang melakukan amalan yang wajib, menjauhi yang haram, dan jika dia melakukan suatu dosa maka dia segera bertaubat darinya, maka dia berada di tingkatan ini yaitu tingkatan iman, dan dia disebut sebagai mu’min.

Tingkatan ketiga adalah ihsan, dan orang yang berada di tingkatan ini disebut sebagai muhsin.

Ketika seseorang melakukan amalan yang wajib, menjauhi yang haram, melakukan yang sunnah, menjauhi yang makruh, menjauhi yang syubhat, dan menjauhi sebagian yang mubah tetapi tidak bermanfaat, dan jika dia melakukan suatu dosa maka dia segera bertaubat darinya, maka dia berada di tingkatan ini yaitu tingkatan ihsan, dan dia disebut sebagai muhsin. Oleh karena itu, setiap muhsin pasti mu’min, dan setiap mu’min pasti muslim, tetapi tidak sebaliknya.Itu mengapa para ulama’ menyebutkan bahwa tingkatan islam itu adalah tingkatan yang paling sedikit amalannya dan paling banyak jumlah orangnya, sedangkan tingkatan ihsan itu adalah tingkatan yang paling banyak amalannya dan paling sedikit jumlah orangnya.

Dalam ilmu tasawwuf ada dua penjelasan menarik yang pertama dalam pandangan Sayyid Bakri bin Sayyid Muhammad Syatha Ad-Dimyathi.

Hadis arbain an nawawiyah ini adalah trilogi yang merupakan kumpulan tahapan dan tingkatan yang saling terkait dalam mengamalkan islam, lebih-lebih oleh seorang salik. 
(Salik adalah seseorang yang sedang menjalankan proses latihan mengosongkan diri dari segala keburukan dan mengisinya dengan kebaikan, dan menjadikan kedekatan dengan Allah sebagai tujuan akhirnya).

Sayyid Bakari seperti ingin mengatakan, bahwa islam yang dimaksud dalam hadis tersebut adalah syariat, iman adalah hakikat dan ihsan itu serupa ma'rifat, ketiga jenjang ini pada dasarnya adalah pengejewantahan dari makna takwa. 

Maka untuk mengamalkannya butuh tarikat dari seorang guru atau pembimbing (mursyid). Agar tidak terjadi terjalan kerancuan berpikir dan ketimpangan, maka ketiganya harus diterapkan secara keseluruhan, yakni syariat, tarekat, dan hakikat untuk mencapai puncak makrifat (pengetahuan). Syariat tanpa hakikat adalah kosong dan hakikat tanpa syariat adalah batal serta tak berdasar.

Jika dianalogikan, maka syariat itu ibarat perahu, tarekat adalah nahkodanya, hakikat adalah pulau yang hendak dituju dari perjalanan itu, sementara ma'rifat adalah tujuan akhir, yaitu bertemu dengan Sang Pemilik Pulau. 

Dengan demikian, hakikat dan ma'rifat tak akan mampu dituju oleh salik, tanpa menggunakan perahu dan melalui nahkoda. Karena itu menurut Sayyid Bakri, umat Islam tidak boleh terkecoh untuk mudah meninggalkan syariat atas nama hakikat atau ma'rifat.

والمعنى أن الطريقة والحقيقة كلاهما متوقف على الشريعة فلا يستقيمان ولا يحصلان إلا بها فالمؤمن وإن علت درجته وارتفعت منزلته وصار من جملة الأولياء لا تسقط عنه العبادات المفروضة في القرآن والسنة

Artinya, “Maknanya, tarekat dan hakikat bergantung pada (pengamalan) syariat. Keduanya takkan tegak dan hasil tanpa syariat. Sekalipun derajat dan kedudukan seseorang sudah mencapai level yang sangat tinggi dan ia termasuk salah satu wali Allah, ibadah yang wajib sebagaimana diamanahkan dalam Al-Qur’an dan sunnah tidak gugur darinya,” (Sayyid Bakri bin Sayyid Muhammad Syatha Ad-Dimyathi, Kifayatul Atqiya wa Minhajul Ashfiya, Al-Haramain: tt, h. 12).

Kedua dalam pandangan KH. Muhammad Bakhiet bin KH. Ahmad Mughni 

Sebelum beliau menjelaskan tahapan amal kita dipahamkan dulu apa itu pengertian amal. Dalam ilmu tasawwuf Amal adalah “harokatul jismi awil qolbi fa in taharroka bima fiihi sawaab suumia thoatan wa in taharroka bima fiihil ‘iqob sumiiat maksiyatan yang artinya " Apabila gerak tubuh atau jasad atau hati ada pahalanya itu dinamakan taat.
Namun apabila gerak tubuh atau jasad atau hati itu mengakibatkan melakukan maksiat,berdosa atau disiksa dinamakan maksiat”.

KH. Muhammad Bakhiet bin KH. Ahmad Mughni memfokuskan pada amal yang mendatangkan sawab,pahala,taat. 

Amal Taat ini ada tiga , yaitu:
1. Amal Syariat
Amal Syariat itu gunanya untuk membaguskan anggota tubuh kita. Bagaimana jika ingin mata kita bagus, jangan memandang yg diharamkan oleh Allah. Bagaimana jika ingin kaki kita bagus, jangan melangkah kepada yg diharamkan oleh Allah.

2. Amal Tharikat
Amal Tharikat itu untuk membaguskan hati. Bagaimana agar hati tidak sombong, iri, dengki, sum’ah, namimah, riya, dll.

3. Amal Hakikat
Amal Hakikat itu untuk membaguskan arwah/ruh. Ruh yg bagus itu ialah ruh yg mengenal Allah.

Adapun inti dari Amal Syariat itu terdiri dari tiga pokok, yaitu:

1.Taubat
Membersihkan diri dari yang kotor-kotor/ maksiat-maksiat (istilahnya dimandikan)
2.Taqwa
Baru kita hiasi dengan pakaian ibadah
3.Istiqomah
Agar tidak lepas pakaian ibadah itu maka istiqomah/dawam atau bahasa jawanya ajeg.

Inti atau dasar dari Amal Tharikat terdiri tiga, yaitu:
1.Ikhlash
2.Sidiq (jujur)
Apa yg diucapkan mulut sama dengan yang diucapkan oleh hati
3.Tuma’ninah (tentramnya hati dengan Allah)
Anak, istri, keluarga, harta, pangkat, dll tidak membuatnya tentram, hanya dengan Allah dia merasa tentram, meskipun dia sendirian di dalam hutan belantara.

Adapun akar Inti dari Amal Hakikat ada tiga yaitu:
1.Murokabah
Merasa dirinya selalu diawasi atau diperhatikan oleh Allah, lalu tidak berani berbuat hal-hal yang tidak baik.
2.Musyahadah
Jika dirinya sudah Murokabah maka Allah akan memberinya Musyahadah, yaitu beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat Allah. Dan pada akhirnya akan diberikan Makrifat oleh Allah.
3.Makrifat

Para ulama tasawwuf mengatakan “Laaya sikhul in tiqol ila maka min hatta yu haqqika maa qoblah” artinya “tidak sah seseorang itu berpindah dari suatu maqom/ amal/ perbuatan sebelum memantapkan yg sebelumnya.

” Dimulai dari amal Syariat dulu, lalu ke amal Tharikat, dan ke amal Hakikat. Selama amal Syariat kita belum mantap tidak akan bisa kita mengaji amal Tharikat. Mengaji/belajar bisa, faham bisa, tapi memakai pasti tidak akan bisa. Begitu juga jika amal Tharikat belum mantap maka tidak akan bisa masuk ke amal Hakikat.

Kita wajib mengusahakan syartul qobulatau syarat diterima Amal Syariat diatas (Taubat, Taqwa, Istiqomah kita), yaitu:
1.Ilmu (tiap-tiap orang yg bekerja/beramal tanpa ilmu, maka tertolak ibadahnya)
2.Ikhlash (jangan ada tujuan lain selain dari Allah)
3.Penuhi syarat, rukun dan adab (sopan santun atau tata krama dalam beribadah)
4.Tidak ada yg membatalkan dan yg dibenci Allah (jalankan yg sunat dan jauhi yg makruh)
5.Halal pada sesuatu yang berhubungan dengannya (mulai dari makanan, pakaian, tempat, dll)

Jika kita sudah menjalankan Amal Syariat itu dengan baik, janganlah kita sekali-kali cenderung atau berpegang atau bersandar dan merasa gembira pada semuanya itu. Yang harus kita gembirakan itu adalah Rahmat Allah yang datang kepada kita, sehingga kita bisa menjalankan Amal Syariat tersebut.
Jika orang berpegang pada amal, itu yg mengakibatkan ibadah turun naik.

Jika banyak maksiat merasa jauh dengan Allah, jika banyak ibadah/taat merasa dekat dgn Allah, padahal Allah tidak menjauh dan tidak mendekat. Disinilah letak kelemahan Tauhid kita. Baiknya kita selalu berpegang pada Rahmat Allah.

Ahlus Sunnah meyakini bahwa Surga tidak dipastikan kepada seseorang pun walaupun amal perbuatannya baik, kecuali Allah memberikan kepadanya keutamaan dan rahmat, maka ia akan dimasukkan ke dalam Surga dengan sebab rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ مَا زَكَىٰ مِنكُم مِّنْ أَحَدٍ أَبَدًا وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يُزَكِّي مَن يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Sekiranya bukan karena karunia Allah dan rahmatNya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorang pun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendakiNya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-Nur[24]: 21)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لَنْ يُدْخِلَ أَحَدًا مِنْكُمْ عَمَلُهُ الْجَنَّةَ، قَالُوْا: وَلاَ أَنْتَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: وَلاَ أَنَا، إِلاَّ أَنْ يَتَغَمَّدَنِيَ اللهُ مِنْهُ بِفَضْلٍ وَرَحْمَةٍ.

“Tidaklah seseorang di antara kalian dimasukkan ke dalam Surga karena amalannya.” Para Sahabat bertanya: “Dan tidak juga engkau, Ya, Rasulullah?” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab: “Ya, tidak juga aku, kecuali Allah meliputiku dengan keutamaan serta rahmatNya.” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad)

Wallahua'lam

Catatan :
Selayang pandang biografi dua ulama yang dijadikan pembahasan pada tulisan kali ini.
1.Sayyid Abu Bakar Syatha alias Sayyid Bakri Syatha (1848-1892 M) merupakan ulama besar dari Makkah. Ia dikenal sebagai pengarang kitab Hâsyiah I’ânah al-Thâlibîn  (Syarh Fath al-Mu’in), dan guru para ulama Nusantara yang belajar di kota Makkah pada akhir abad ke-19 M
2.KH. Muhammad Bakhiet bin KH. Ahmad Mughni adalah seorang ulama Banjar yang lahir pada 1 Januari 1966 di Telaga Air Mata, Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Beliau juga dikenal dengan nama Guru Bakhiet. 

Share | | | |