Opini
Ajining Rogo Ono Ing Busono dalam Perspektif Islam
02 Oct 2024 | 59 | Penulis : Humas Cabang APRI Lampung| Publisher : Biro Humas APRI Lampung
Oleh : H. Kasbolah, S. Pd. I., M. Pd.
(Penghulu KUA Sekampung Udik Lampung Timur)
Pendahuluan
Pepatah Jawa "Ajining Rogo Ono Ing Busono" memiliki makna mendalam yang menekankan pentingnya penampilan dan cara berpakaian sebagai cerminan dari kehormatan dan harga diri seseorang. Dalam budaya Jawa, busana atau pakaian dianggap bukan hanya sekadar penutup tubuh, tetapi juga sarana untuk menunjukkan sikap, etika, dan martabat seseorang di hadapan masyarakat. Konsep ini memiliki relevansi yang kuat dalam ajaran Islam, yang juga mengatur tata cara berpakaian sebagai bagian dari moralitas dan etika seorang Muslim. Artikel ini akan mengulas bagaimana konsep "Ajining Rogo Ono Ing Busono" dipahami dalam perspektif Islam, terutama dalam konteks adab berpakaian dan menjaga kehormatan diri.
Makna "Ajining Rogo Ono Ing Busono"
Dalam tradisi Jawa, pepatah ini mengajarkan bahwa penampilan luar, termasuk pakaian yang dikenakan seseorang, mencerminkan kepribadian dan kehormatannya. "Ajining rogo" mengacu pada harga diri atau kehormatan tubuh, sedangkan "ono ing busono" berarti berada pada pakaian atau penampilan. Dengan kata lain, orang dinilai dari cara mereka berpakaian dan bagaimana mereka menjaga tubuh mereka melalui busana yang pantas.
Prinsip ini menekankan bahwa pakaian tidak hanya soal mode atau penutup tubuh, melainkan memiliki peran simbolis dalam menunjukkan rasa hormat kepada diri sendiri dan orang lain. Bagi masyarakat Jawa, busana juga sering mencerminkan nilai-nilai adat dan budaya, yang menunjukkan bahwa seseorang menghormati tradisi dan norma sosial.
Perspektif Islam tentang Pakaian dan Kehormatan
Dalam Islam, konsep berpakaian juga memiliki makna yang sangat penting dan diatur dalam Al-Qur'an serta hadis Nabi Muhammad SAW. Ajaran Islam mengajarkan bahwa pakaian tidak hanya untuk menutup aurat, tetapi juga sebagai cerminan moralitas dan etika seorang Muslim.
Menutup Aurat
Islam sangat menekankan pentingnya menutup aurat sebagai bentuk menjaga kehormatan diri. Bagi laki-laki, aurat yang harus ditutupi adalah dari pusar hingga lutut, sedangkan bagi perempuan, aurat mencakup seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Ini dijelaskan dalam Al-Qur’an, Surah Al-A'raf (7:26):
يَا بَنِيْٓ اٰدَمَ قَدْ اَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُّوَارِيْ سَوْءٰتِكُمْ وَرِيْشًاۗ وَلِبَاسُ التَّقْوٰى ذٰلِكَ خَيْرٌۗ ذٰلِكَ مِنْ اٰيٰتِ اللّٰهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُوْنَ
_"Hai anak-anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik."_
Ayat ini menunjukkan bahwa pakaian bukan hanya penutup fisik, tetapi juga simbol dari ketakwaan dan kesadaran moral seseorang.
Etika Berpakaian dalam Islam
Islam mengajarkan bahwa berpakaian harus memenuhi beberapa prinsip, yaitu:
Menutupi aurat dengan benar, sebagaimana diperintahkan dalam Al-Qur’an dan hadis.
Tidak berlebihan (tabarruj), yang berarti tidak berpakaian dengan tujuan pamer atau menarik perhatian yang tidak sesuai. Hal ini tercantum dalam Surah An-Nur · Ayat 31:
وَقُلْ لِّلْمُؤْمِنٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ اَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوْجَهُنَّ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلٰى جُيُوْبِهِنَّۖ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا لِبُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اٰبَاۤىِٕهِنَّ اَوْ اٰبَاۤءِ بُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اَبْنَاۤىِٕهِنَّ اَوْ اَبْنَاۤءِ بُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اِخْوَانِهِنَّ اَوْ بَنِيْٓ اِخْوَانِهِنَّ اَوْ بَنِيْٓ اَخَوٰتِهِنَّ اَوْ نِسَاۤىِٕهِنَّ اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُهُنَّ اَوِ التّٰبِعِيْنَ غَيْرِ اُولِى الْاِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ اَوِ الطِّفْلِ الَّذِيْنَ لَمْ يَظْهَرُوْا عَلٰى عَوْرٰتِ النِّسَاۤءِۖ وَلَا يَضْرِبْنَ بِاَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِيْنَ مِنْ زِيْنَتِهِنَّۗ وَتُوْبُوْٓا اِلَى اللّٰهِ جَمِيْعًا اَيُّهَ الْمُؤْمِنُوْنَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
_"Katakanlah kepada para perempuan yang beriman hendaklah mereka menjaga pandangannya, memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (bagian tubuhnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya. Hendaklah pula mereka tidak menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, ayah mereka, ayah suami mereka, putra-putra mereka, putra-putra suami mereka, saudara-saudara laki-laki mereka, putra-putra saudara laki-laki mereka, putra-putra saudara perempuan mereka, para perempuan (sesama muslim), hamba sahaya yang mereka miliki, para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Hendaklah pula mereka tidak mengentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung."_
Dari ayat di atas dapat difahami bahwa wanita diimbau untuk tidak menampakkan perhiasan mereka kecuali yang biasa tampak.
Sederhana dan bersih, sebagaimana disebutkan dalam hadis bahwa kebersihan adalah bagian dari iman (HR. Muslim). Ini berarti bahwa seorang Muslim harus selalu menjaga kebersihan pakaian dan tampil rapi.
Tidak menyerupai lawan jenis. Nabi Muhammad SAW melarang laki-laki berpakaian seperti wanita, dan sebaliknya (HR. Abu Dawud). Hal ini penting untuk menjaga identitas gender dalam berpakaian.
Pakaian sebagai Simbol Kehormatan dan Ketakwaan
Sebagaimana pepatah Jawa menekankan pentingnya busana dalam menjaga kehormatan diri, Islam juga memandang pakaian sebagai simbol dari ketakwaan dan kehormatan. Pakaian yang sesuai dengan syariat Islam mencerminkan ketaatan seseorang terhadap aturan agama dan komitmennya untuk menjaga nilai-nilai kesopanan dan moralitas.
Rasulullah SAW juga menekankan pentingnya berpakaian dengan baik dan bersih, sebagaimana diriwayatkan dalam hadis:
إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ
_“Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan._" Dia menyukai melihat bekas nikmat-Nya pada hamba-Nya” (HR. Muslim). Hadis ini menunjukkan bahwa mengenakan pakaian yang baik dan rapi adalah bagian dari manifestasi syukur atas nikmat Allah.
Hubungan Antara "Ajining Rogo Ono Ing Busono" dan Ajaran Islam
Dalam perspektif Islam, nilai "Ajining Rogo Ono Ing Busono" memiliki keselarasan yang kuat dengan konsep kesopanan dan menjaga kehormatan diri melalui berpakaian. Islam tidak hanya mengatur bagaimana seseorang harus menutup tubuhnya, tetapi juga mendorong agar pakaian yang dikenakan mencerminkan nilai-nilai takwa, etika, dan rasa hormat. Baik dalam budaya Jawa maupun dalam ajaran Islam, pakaian dianggap sebagai refleksi dari jati diri dan kehormatan seseorang.
Penampilan sebagai Bentuk Penghormatan
Baik Islam maupun pepatah ini menekankan pentingnya menjaga penampilan sebagai bentuk penghormatan terhadap diri sendiri dan orang lain. Dalam Islam, berpakaian yang baik dan rapi merupakan bagian dari etika sosial dan menunjukkan sikap menghargai orang lain, sebagaimana Nabi Muhammad SAW selalu tampil bersih dan rapi dalam setiap kesempatan.
Pakaian dan Moralitas
Keduanya juga mengajarkan bahwa pakaian harus mencerminkan moralitas dan etika yang baik. Berpakaian dengan sederhana, rapi, dan sesuai dengan norma yang berlaku menunjukkan bahwa seseorang menghargai aturan dan adat yang ada, baik itu dalam konteks budaya maupun agama.
Kesimpulan
Konsep "Ajining Rogo Ono Ing Busono" dalam budaya Jawa sangat selaras dengan ajaran Islam mengenai pentingnya berpakaian yang sopan dan menjaga kehormatan diri. Islam menekankan bahwa pakaian tidak hanya berfungsi untuk menutup aurat, tetapi juga sebagai cerminan ketakwaan, moralitas, dan rasa hormat terhadap diri sendiri dan orang lain. Dengan demikian, baik dalam tradisi Jawa maupun ajaran Islam, pakaian memiliki peran penting dalam menjaga kehormatan dan martabat seseorang, yang pada akhirnya berkontribusi pada pembentukan karakter yang mulia dan berakhlak baik.