Empat Wajah Manusia: Refleksi Akhlak di Silaturahmi Penghulu Lampung Timur
Daerah

Empat Wajah Manusia: Refleksi Akhlak di Silaturahmi Penghulu Lampung Timur

  15 Dec 2024 |   42 |   Penulis : PC APRI Lampung Timur|   Publisher : Biro Humas APRI Lampung

LAMPUNG TIMUR [Humas] Di tengah kehangatan silaturahmi Penghulu Lampung Timur yang digelar di kediaman H. Irham Satari, Desa Bumi Jawa, Kecamatan Batanghari Nuban, Minggu (15/12/2024), sebuah gagasan reflektif mencuat dari ceramah Kepala KUA Sekampung Udik. Ia memaparkan empat gambaran manusia dalam perspektif *Makarimul Akhlak* Syaikh al-Utsaimin, yang menghubungkan konsep akhlak dan perilaku dengan kondisi fisik dan batin.  
  
Menurut penjelasan yang disampaikan, manusia terbagi menjadi empat kategori berdasarkan perpaduan suroh dohiroh (fisik) dan *suroh batinah* (akhlak):  
1. Fisik baik, akhlak baik – Seperti Nabi Muhammad SAW, yang menjadi teladan sempurna secara jasmani dan rohani.  
2. Fisik baik, akhlak buruk – Contohnya Abu Lahab, yang meski tampan, terkenal karena kejahatan dan penentangannya terhadap dakwah.  
3. Fisik buruk, akhlak baik – Salah satu contoh yang diangkat adalah Bilal bin Rabah, simbol keimanan dan ketulusan.  
4. Fisik buruk, akhlak buruk – Contoh seperti Abu Jahal, yang merepresentasikan kerusakan lahir dan batin.  

Ceramah ini kemudian dikaitkan dengan realita kehidupan, termasuk fenomena manusia yang terbatas secara fisik namun tetap memiliki tanggung jawab akhlak. “Fisik hanyalah cangkang, sedangkan akhlak adalah jiwa yang menghidupinya,” ujar sang penghulu, mengutip sabda Nabi SAW: *“Allah tidak melihat rupa dan harta kalian, tetapi melihat hati dan amal perbuatan kalian”* (HR. Muslim).  

Kasus Agus Buntung, yang sempat menjadi perbincangan masyarakat karena dugaan manipulasi terhadap korban, diangkat sebagai contoh paradoks. Keterbatasan fisik yang seharusnya menjadi pengingat untuk rendah hati, justru dibayangi perilaku yang jauh dari moral. Hal ini, menurut penghulu, menjadi alarm penting untuk menguatkan pendidikan akhlak sejak dini dan pendampingan moral dalam komunitas.  

“Islam mengajarkan akhlak sebagai pilar utama manusia. Ketika pilar ini rapuh, keruntuhan moral menjadi konsekuensi yang tak terelakkan,” tegasnya.  

Dalam konteks yang lebih luas, silaturahmi ini menekankan pentingnya akhlak sebagai landasan kehidupan. Seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW, masyarakat harus terus berupaya membangun karakter yang baik, terlepas dari kondisi fisik. Dengan pendidikan akhlak yang kuat dan pendampingan psikologis, masyarakat dapat menjadi benteng terhadap perilaku menyimpang.  

“Jika akhlak diabaikan, kita hanya akan menyaksikan wajah-wajah manusia yang buruk lahir dan batin mencemari lingkungan kita,” pungkasnya, meninggalkan pesan yang dalam bagi para penghulu dan masyarakat luas.

Share | | | |