Penghulu Praktik, Mungkinkah? (Bagian Pertama dari Dua Tulisan)
Opini

Penghulu Praktik, Mungkinkah? (Bagian Pertama dari Dua Tulisan)

  26 Nov 2023 |   200 |   Penulis : Biro Kajian Hukum Islam & Karya Ilmiah|   Publisher : Biro Kajian Hukum Islam & Karya Ilmiah

1. Penghulu Sebagai Profesi Hukum, Benarkah?



Belakangan ini di PP APRI berkembang satu wacana. Penting. Lagi menarik. Penghulu sebagai profesi hukum. Kira-kira begitu verbatimnya wacana itu. 


Sejujurnya saya tak terlalu mengikuti perkembangan wacana ini sejak awal. Tapi sepakat dengan substansinya. Sebab tak bisa tidak, penghulu memang hakikatnya merupakan satu profesi tersendiri. Setiap Jabatan Fungsional Tertentu  (JFT) yang melekat pada ASN, sejatinya adalah sebuah profesi. Maka dari sisi ini, tak ada bedanya Penghulu dengan Hakim, Jaksa, Dokter, dan Bidan. Semuanya merupakan profesi. Tentu setiap profesi itu berbeda dari segi spesifikasi tugas masing-masing. Juga dari produk layanan publik yang dihasilkan. 


Wacana penghulu sebagai profesi hukum,  agaknya bermula dari satu kegiatan di Jawa Timur. Berawal dari materi yang disampaikan oleh salah satu narasumber pada kegiatan Pembinaan Hukum dan Advokasi bagi Penghulu. Dilaksanakan oleh PW APRI Jawa Timur pada 24 Agustus 2023, kegiatan ini menghadirkan langsung Kepala Biro Hukum dan Kerjasama Luar Negeri Kementerian Agama RI. Dr.  Ahmad Bahiej, SH., M.Hum. 


Dr.  Ahmad Bahiej, SH., M.Hum. Kepala Biro Hukum dan Kerjasama Luar Negeri Kementerian Agama RI (Sumber Foto: bangdiklat.kemenag.go.id)



A. Bahiej inilah nampaknya yang pertama kali mengemukakan natijah itu. Di hadapan para peserta kegiatan yang juga diikuti oleh wakil pengurus APRI Jawa Tengah dan DIY itu, A. Bahiej secara eksplisit menyatakannya. "Penghulu adalah satu-satunya jabatan profesi hukum di Kementerian Agama", demikian tegasnya. 



Pembukaan Kegiatan Pembinaan Hukum dan Advokasi bagi Penghulu PW APRI Jawa Timur, 24 Agustus 2023 (Sumber Foto:jatim.kemenag.go.id)



Maklumat Kepala Biro Hukum Kemenag RI ini, dinyatakan bukan tanpa alasan. Sebaliknya, argumen dan bukti untuk itu jelas  sekali memiliki basis  faktual yang kuat.  Penghulu, menurut Bahiej, lebih-lebih yang memangku tugas tambahan sebagai Kepala KUA, merupakan  satu-satunya institusi di Kemenag yang berwenang mengeluarkan akta otentik dengan resiko hukum yang kompleks. Resiko itu meliputi hampir semua ranah hukum pokok. Mulai dari  perdata, pidana, hingga tata usaha negara. 


Bagaimana tidak, kata A. Bahiej, tak ada satupun akta yang diproses oleh penghulu, tak berimplikasi hukum. Semuanya. Tanpa kecuali. Mulai dari Akta Ikrar Wakaf hingga Akta Nikah. Bahkan selembar Rekomendasi Nikah pun bisa membawa resiko hukum bagi Penghulu. Maka dari sisi ini, hampir tak ada bedanya Penghulu dengan notaris. 


Bermula dari sini, wacana tentang Penghulu sebagai profesi hukum itu kemudian terus berkembang. Menjadi bahan diskusi yang lumayan seru di kalangan Pengurus APRI Pusat. Wawan Ali Suhudi, Ketua Panitia Kegiatan Pembinaan Hukum di APRI Jawa Timur itu, nampak paling getol berbicara tentang mualamat ini. Posisi Wawan selaku Kepala Biro Hukum dan Advokasi PP APRI memang menjadikanya sosok paling otentik dan relevan mengeksplanasi proposisi sejenis ini.


 
Wawan Ali Suhudi. Kepala Biro Hukum dan Advokasi PP APRI 



Substansi pernyataan Kabiro Hukum Kemenag RI, A. Bahiej,  yang kemudian dielaborasi lebih lanjut oleh Kabiro Hukum dan Advokasi PP APRI, Wawan Ali Suhudi itu, memang tak terbantahkan. Sepenuhnya benar. Demikianlah fakta sesungguhnya. Sama dengan Hakim,  Dokter, Bidan, dan Notaris, Penghulu adalah profesi. Bahkan bila dilihat dari produk layanannya, melampaui Dokter dan Bidan, profesi penghulu lebih sepadan disejajarkan dengan notaris. Ini bila ditinjau dari sisi produk layanan berupa berbagai akta yang semuanya mengandung resiko hukum. Persis seperti yang dikemukan oleh A. Bahiej dan kemudian Wawan Ali Suhudi itu. 


Mualamat tentang Penghulu sebagai profesi hukum itu memang tak terbantahkan validitas substansialnya. Namun nampaknya takrifan ini belum lagi bergeser terlalu jauh dari retorika klasik tentang penghulu yang selama ini berkembang. Curaian ini hampir-hampir tak berbeda dengan langgam lama yang melenakan segenap penghulu.  Serupa: "Penghulu sebagai ujung tombak Kementerian Agama". 


Soalnya kemudian adalah ujung tombak yang digembar-gemborkan  itu, bentuknya bagaimana. Ujung tombak yang tajam  atau sekedar ujung  tumpul nan karatan.   

Begitupula, Penghulu sebagai profesi hukum yang disebut-sebut itu, formulanya bagaimana. Apakah sekedar ritual administratif yang kebetulan membawa resiko dan bisa menjerat penghulu secara hukum  bila tak hati-hati, ataukah berwujud formula praktik yang memberdayakan, mencerahkan, lagi menyejahterahkan penghulu di penjuru negeri? 



(Bersambung ke Bagian Kedua: "Penghulu Praktik")


Hayyun Nur
Kepala Biro Kajian Hukum Islam dan Karya Ilmiah (KHI & KI) PP APRI


Share | | | |