Menggali Makna Cinta kepada Syekh dan Keutamaan Berthoriqoh dalam Islam Sufistik
09 Nov 2024 | 24 | Penulis : PC APRI Lampung Timur| Publisher : Biro Humas APRI Lampung
Menggali Makna Cinta kepada Syekh dan Keutamaan Berthoriqoh dalam Islam Sufistik
Oleh : H. Kasbolah, M.Pd.
Dalam tradisi tasawuf atau sufisme, cinta kepada Allah dan para wali-Nya memiliki kedudukan yang sangat penting dalam perjalanan spiritual seorang hamba. Sufisme menawarkan pendekatan yang mendalam terhadap hubungan manusia dengan Tuhan, melalui berbagai praktik spiritual yang mengarah pada penyucian jiwa dan pencapaian kedekatan dengan Sang Khalik. Salah satu konsep sentral dalam tasawuf adalah pentingnya mengikuti bimbingan seorang syekh atau wali Allah, sebagai mediator yang dapat membawa seorang hamba menuju kedekatan dengan Allah. Artikel ini akan membahas tentang hubungan antara seorang hamba dengan syekh dalam konteks thoriqoh, serta bagaimana hal ini mempengaruhi amalan dan kehidupan spiritual seseorang menurut perspektif Islam sufistik.
Pengertian "wali" merujuk kepada individu yang dekat dengan Allah, yang dicirikan oleh ketakwaan dan kesucian hati. Ibn Taymiyah menjelaskan bahwa kewalian adalah hasil dari ketakwaan kepada Allah, di mana seorang wali menjaga hati dari berbagai kekotoran jiwa. Kewalian syar'i berarti "al-qarib" atau dekat, dan diartikan sebagai persetujuan Allah terhadap seseorang yang mencintai apa yang dicintai-Nya dan membenci apa yang dibenci-Nya.
Secara keseluruhan, konsep wali dalam konteks ini melibatkan hubungan yang erat antara individu dengan Allah, yang dicapai melalui pengamalan ajaran Islam dan kesesuaian dengan risalah Nabi Muhammad SAW. Sukimin, S., Barsihannoor, B., & Salahuddin, S. (2018). PANDANGAN IBNU TAIMIYAH TERHADAP WALI. Jurnal Diskursus Islam, 6(1), 156-174.
1. Amalan dan Tanggung Jawab Individu dalam Thoriqoh
Dalam kajian Islam Sufistik, dikenal adanya konsep thoriqoh atau jalan spiritual yang menghubungkan seorang hamba dengan Allah melalui bimbingan seorang guru atau syekh. Apabila seorang hamba memilih untuk tidak memasuki suatu thoriqoh, maka amal ibadah dan perbuatannya akan dinilai langsung oleh Allah sesuai dengan kemampuan dan niatnya. Ini menunjukkan bahwa tanpa bimbingan seorang syekh, seseorang hanya bergantung pada usaha dan kesungguhan pribadinya untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Namun, dalam ajaran tasawuf, seorang hamba yang mencintai syekh yang merupakan wali Allah, amalan-amalan yang ia lakukan akan diangkat sesuai dengan kedudukan dan kemuliaan sang syekh di sisi Allah. Dalam hal ini, terdapat dua dimensi penting: pertama, bahwa setiap amal perbuatan seorang hamba tidaklah berdiri sendiri, melainkan dapat diperkuat dan disempurnakan melalui hubungan dengan seorang syekh yang telah mencapai tingkat kedekatan dengan Allah. Kedua, amal seorang hamba yang mencintai syekh yang bersifat kekeramatan tersebut akan mendapat pahala dan keberkahan yang lebih besar, karena ia beramal dengan membawa semangat dan barakah dari syekh yang dicintainya.
2. Mengapa Cinta kepada Syekh Sangat Penting?
Hadis yang diriwayatkan oleh Rasulullah SAW berbunyi: “Seseorang akan bersama orang yang ia cintai.” Hadis ini mengandung makna yang dalam, bahwa seseorang yang mencintai wali Allah, akan dikumpulkan pada hari kiamat bersama dengan orang yang ia cintai tersebut. Ini menunjukkan bahwa cinta kepada seorang wali Allah bukan hanya merupakan hubungan emosional, tetapi juga memiliki dimensi spiritual yang mendalam. Bagi para pengikut thoriqoh, cinta kepada syekh bukan sekadar bentuk penghormatan atau kecintaan duniawi, tetapi lebih sebagai bentuk pengakuan terhadap kedekatan dan kekhususan syekh dalam hubungan mereka dengan Allah.
Sebagai contoh, dalam ungkapan “
الشيخ الواصل حبل اللّٰه في أرضه فكن تعلق به وصل
واما غير الواصل فمن تعلق به انقطع
Jadikan semua amalan yang engkau lakukan sebagai perwakilan dari amalan Syekh ini”, terkandung ajakan untuk menjadikan setiap amal perbuatan kita sebagai cerminan dari ajaran dan kebesaran sang syekh. Dalam konteks ini, seorang hamba tidak hanya beramal untuk dirinya sendiri, melainkan juga untuk melanjutkan warisan spiritual yang diajarkan oleh syekh tersebut. Dengan demikian, seorang syekh menjadi sosok yang sangat dihormati, karena ia adalah pembimbing yang dapat membawa muridnya menuju Allah, memberikan cahaya dalam kehidupan spiritual mereka, serta memfasilitasi jalan menuju kesucian jiwa.
3. Keterhubungan dengan Syekh: Washil dan Ghayr Washil
Konsep washil (terhubung) dan ghayr washil (tidak terhubung) sangat penting dalam pemahaman tasawuf. Seperti yang digambarkan dalam perkataan "Syekh Washil adalah ibarat Tali Allah di bumi, barang siapa bergantung kepadanya, niscaya akan washil juga." Pernyataan ini menunjukkan bahwa seorang syekh yang telah mencapai kedekatan yang luar biasa dengan Allah akan menjadi penghubung antara seorang hamba dengan Sang Maha Pencipta. Bagi mereka yang bergantung pada syekh yang washil, mereka akan memperoleh keberkahan dan petunjuk dari syekh tersebut dalam perjalanan spiritual mereka.
Sebaliknya, jika seorang syekh tidak mencapai tingkat washil atau tidak memiliki hubungan langsung yang kuat dengan Allah, maka bergantung padanya bisa menyebabkan terputusnya hubungan tersebut. Dalam konteks ini, penting bagi seorang calon murid untuk memastikan bahwa syekh yang diikutinya adalah syekh yang benar-benar memiliki hubungan yang kuat dengan Allah, sehingga dapat membawa mereka pada kesuksesan spiritual.
4. Menjadi Teman Allah Melalui Perjalanan Spiritual
Syekh Umar al-Futi dalam Kitab Ar-Rimah mengungkapkan suatu kalimat yang sangat berharga:
ﻭﺭﻭﻱ ﻓﻲ ﺍﻟﻌﻮﺍﺭﻑ ﺃﻳﻀﺎ ﺑﺴﻨﺪﻩ ﺇﻟﻰ ﺍﻷﺳﺘﺎﺫ ﺃﺑﻲ ﺍﻟﻘﺎﺳﻢ ﺍﻟﻘﺸﻴﺮﻱ ﺃﻧﻪ ﻗﺎﻝ : ﺳﻤﻌﺖ ﺃﺑﺎ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺍﻟﺴﻠﻤﻲ ﻳﻘﻮﻝ : ﺳﻤﻌﺖ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﺍﻟﻤﻌﻠﻢ ﻳﻘﻮﻝ : ﺳﻤﻌﺖ ﺃﺑﺎ ﺑﻜﺮ ﺍﻟﻄﻤﺴﺘﺎﻧﻲ ﻳﻘﻮﻝ : " ﺍﺻﺤﺒﻮﺍ ﻣﻊ ﺍﻟﻠﻪ ﻓﺈﻥ ﻟﻢ ﺗﻄﻴﻘﻮﺍ ﻓﺎﺻﺤﺒﻮﺍ ﻣﻊ ﻣﻦ ﻳﺼﺤﺐ ﻣﻊ ﺍﻟﻠﻪ ﻟﺘﻮﺻﻠﻜﻢ ﺑﺮﻛﺔ ﺻﺤﺒﺘﻪ ﺇﻟﻰ ﺻﺤﺒﺔ ﺍﻟﻠﻪ ".
“Bersamalah dengan Allah, jikalau belum mampu maka bersamalah dengan orang yang senantiasa bersama dengan Allah, agar keberkahan bersamannya mengantarkanmu bisa bersama dengan Allah.” Pernyataan ini mencerminkan inti ajaran tasawuf, bahwa perjalanan spiritual seseorang menuju Allah bisa dimulai dengan bergabung bersama orang-orang yang sudah dekat dengan-Nya, yaitu para wali Allah. Jika seseorang belum mampu merasakan kedekatan langsung dengan Allah, maka jalan yang dapat ditempuh adalah dengan mengikuti dan menjalin hubungan yang baik dengan orang-orang yang sudah mencapai kedekatan tersebut.
Dalam konteks ini, keberkahan dan barakah dari seorang syekh yang terhubung dengan Allah akan mengantarkan seorang murid menuju kedekatan yang lebih dalam dengan Allah. Oleh karena itu, dalam kehidupan seorang hamba, sangat penting untuk memiliki bimbingan dari seorang syekh yang dapat membimbingnya menuju Allah dengan penuh keikhlasan dan kasih sayang.
Kesimpulan
Ajaran sufistik yang mengajarkan tentang cinta kepada syekh dan pentingnya mengikuti thoriqoh menggambarkan hubungan yang erat antara hamba dengan Allah melalui perantara orang-orang yang telah mencapai kedekatan spiritual dengan-Nya. Melalui bimbingan seorang syekh, seorang murid tidak hanya mengharapkan keberkahan duniawi, tetapi juga menapaki jalan menuju kesucian dan kedekatan dengan Allah. Dengan mencintai syekh yang memiliki kedudukan tinggi di sisi Allah, seorang hamba berharap dapat meraih derajat yang lebih tinggi dan dikumpulkan bersama orang yang ia cintai kelak di hari kiamat. Dalam kehidupan spiritual, syekh bukan hanya menjadi guru, tetapi juga sebagai tali penghubung antara seorang hamba dengan Tuhannya
Refrensi :
Sukimin, S., Barsihannoor, B., & Salahuddin, S. (2018). PANDANGAN IBNU TAIMIYAH TERHADAP WALI. Jurnal Diskursus Islam, 6(1), 156-174.
Mashar, A., & Muna, N. (2020). Filsafat Etika Tasawuf Syaikh ‘ Abdul Qadir Al-Jailani: Kajian Etika Salik dalam Kitab Ghunyat li Thalibi Thariq al-Haqq. Intelektual: Jurnal Pendidikan dan Studi Keislaman, 10(3), 272-286.