Mencegah Pemaksaan Perkawinan Anak melalui Pemahaman UU TPKS
News

Mencegah Pemaksaan Perkawinan Anak melalui Pemahaman UU TPKS

09 Oct 2025 | 269 | Biro Humas APRI Sulawesi Selatan | Biro Humas APRI Sulawesi Selatan


Soppeng Kamis, 09 Oktober 2025. — Dalam rangka memperkuat pemahaman dan sinergi lintas sektor terhadap regulasi terkait pernikahan usia dini, Pengurus Cabang APRI Kabupaten Soppeng menyelenggarakan kegiatan Konsolidasi sekitar kepenghuluan APRI (Konsep APRI) yang membahas “Benang Merah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) Terkait Pelayanan Permohonan Kehendak Nikah bagi yang Berusia 18 Tahun ke Bawah”, yang dilaksanakan di D’Kors Kafe Jl. Samudra Watansoppeng.

Kegiatan ini dipandu langsung oleh H. Hadenus, S.Ag., M.H., selaku Ketua APRI Kabupaten Soppeng. Acara diawali dengan pengantar dari H. A. Muh. Darwis, S.Ag., M.Ag., selaku Kasi Bimas Islam Kementerian Agama Kabupaten Soppeng, yang dalam sambutannya menekankan pentingnya peran penghulu dan penyuluh dalam memberikan edukasi hukum serta perlindungan terhadap anak di bawah umur.

Sebagai pemateri tunggal, Ipda Fajar Nur, SE., MM. selaku Kanit PPA Sat Reskrim Polres Soppeng, menyampaikan bahwa UU Nomor 12 Tahun 2022 memberikan payung hukum yang kuat dalam melindungi anak dan perempuan dari tindak pidana kekerasan seksual, termasuk praktik pernikahan yang melibatkan anak di bawah 18 tahun.

“Pernikahan anak bukan hanya berdampak pada masa depan mereka, tetapi juga memiliki konsekuensi hukum. Aparat penegak hukum, KUA, dan masyarakat harus memahami batasan dan aturan yang berlaku,” tegas Ipda Fajar Nur.

Beliau menjelaskan bahwa Penjelasan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022
Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) : yang berbunyi

Pasal 1O

(l)   Setiap Orang secara melawan hukum memaksa, menempatkan seseorang di bawah kekrlasaannya atau orang lain, atau kekuasaannya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perkawinan dengannya atau dengan orang lain, dipidana karena pemaksaan perkawinan, dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp200.00O.0O0,00 (dua ratus juta rupiah).

(2)  Termasuk pemaksaan perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):

a.     perkawinan Anak;

b.    pemaksaan perkawinan dengan mengatasnamakan praktik budaya; atau

c.     pemaksaan perkawinan Korban dengan pelaku perkosaan.

 

Pasal 1

PIDANA

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1.    Tindak Pidana Kekerasan Seksual adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur tindak pidanasebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini danperbuatan kekerasan seksual lainnya sebagaimanadiatur dalam Undang-Undang sepanjangditentukan dalam Undang-Undang ini.

2.    Setiap Orang adalah orang perseorangan ataukorporasi.

3.    Korporasi adalah kumpulan orang dan/ataukekayaan yang terorganisasi, baik merupakanbadan hukum maupun bukan badan hukum.

4.    Korban adalah orang yang mengalami penderitaan fisik, mental, kerugian ekonomi, dan f atau kerugian sosial yang diakibatkan Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

5.    Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Kaitannya dengan Kehendak Nikah Usia di Bawah 18 Tahun

a)       Pasal ini sangat relevan dalam konteks permohonan kehendak nikah anak di bawah 18 tahun.

b)      Jika terdapat unsur tekanan atau paksaan terhadap anak untuk menikah, maka perbuatan itu dapat dipidana.

c)       Petugas KUA, penyuluh agama, dan pihak terkait harus memastikan tidak ada paksaan, dan proses pernikahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan (termasuk dispensasi nikah dari pengadilan).

Inti Pesan Pasal 10 ayat (2):

a)       Pernikahan harus berdasarkan kehendak bebas kedua calon mempelai.

b)      Pernikahan paksa adalah tindak pidana.

c)       Anak-anak memiliki hak untuk dilindungi dari praktik pemaksaan perkawinan.

Kegiatan ini juga menjadi ruang dialog interaktif bagi para peserta untuk memperdalam pemahaman hukum serta mencari solusi bersama dalam mencegah pernikahan anak di Kabupaten Soppeng.

Melalui kegiatan ini diharapkan sinergi antara penegak hukum, KUA, dan masyarakat dapat semakin kuat dalam melindungi hak-hak anak serta menekan angka pernikahan usia dini, sesuai amanat peraturan perundang-undangan yang berlaku. (NK)

Bagikan Artikel Ini

Infografis
Tag Terpopuler