KHOTBAH JUM’AT KE-4 BULAN RABIUL AWWAL “MISI RASULULLOH SAW MEMBAWA AGAMA ISLAM SEBAGAI RAHMATTAN LIL’ALAMIN”
27 Sep 2024 | 78 | Penulis : Biro Humas APRI Nusa Tenggara Barat| Publisher : Biro Humas APRI Nusa Tenggara Barat
OLEH : M.TAESIR, S.Ag
( Penyuluh Agama Islam Ahli Madya ) KUA Kecamatan Pringgasela
Khutbah I
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِي أَرْسَلَ مُحَمَّدًا رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ فَبِذَلِكَ أَمَرَنَا أَنْ نَفْرَحَ وَنَشْكُرَ بِوُجُوْدِ سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ عَلىَ سَيِّدِنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ فَاتِحِ كُلِّ بَابٍ مِنْ أَبْوَابِ الْمَحُجُوْبِيْنَ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ. وبَعْدُ. فَاتَّقُوْا اللهَ يَا عِبَادَ اللهِ حَيْثُمَا كُنْتُمْ وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا عَلىَ نَبِيِّكُمْ صلى الله عليه وسلم وَاشْكُرُوْا اللهََ تَعَالىَ عَلىَ مَا مَنَّ عَلَيْنَا بِهِ مِنْ طُلُوْعِ هَذَا الْبَدْرِ الْمُنِيْرِ فِي هَذِهِ الدَّارِ الْفَانِيَةِ فَبِمُتَابَعَتِهِ وَوَسِيْلَتِهِ وَمَحَبَّتِهِ حَصَلَ النَّجَاةُ فِي تِلْكَ الدَّارِ الْآخِرَةِ الْخَالِدَةِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ
Hadirin rahimakumullaah
Alhamdulillah Wassyukrulillah marilah senantiasa bersyukur kepada Alloh SWT teriring sholwat beserta salam atas junjungan alam Nabi Muhammad SAW dimana saat ini kita berada di hari jum’at ke empat bulan Rabiul Awwal bulan kita meperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Marilah kita jadikan sprit Maulid Nabi menjadi memotivasi diri untuk senantiasa menjaga dan meningkat kualitasnya untuk meraih gelar takwa sebagai puncak tertinggi dari nilai-nilai kemanusiaan. Karena dengan ketakwaan yang terus-menerus kita bangun dalam diri kita, dalam keluarga kita, di lingkungan kita, dalam komunitas masyarakat dan bangsa kita, maka, insya-Allah akan menumbuhkan kesejahteraan dan keberkahan hidup yang senantiasa didambakan manusia dan alam semesta.
Hadirin yang Berbahgia
Saat ini kita sering menyaksikan langsung juga mellaui media masaTelevisi dan media online lainya bahkan merasakan, betapa kerusakan demi kerusakan akhlaq dan moral ada di mana-mana. Sebagian masyrakat terjadi Kerusakan moral, akhlak menjadi liberal dan ekstrim Hingga sehingga muncul berbagai tindak kriminalitas, pembunuhan,perkelahian dan pelecehan,penghinaan, kerusakan akal dan amal, kerusakan ekonomi kapitalisme yang penuh dengan monopoli dan ribawi, kerusakan sebagian lembaga pendidikan yang lebih mengarah pada faham libarisme dan ekstrimisme, kerusakan media sosial yang berisi kebanyakan acara-acara yang cenderung mengandung caci maki,menjelek, meremehkan orang lain dan kerusakan media sosial yang mengandung sipat egois ,riak sumbong.
Ini merupakan bukti nyata, bahwa sistem dan aturan yang dibuat manusia, apalagi yang jauh dari rahmatallil’alamin, tidaklah akan dapat membuat kesejahteraan dan kedamaian nyata. Apalagi mampu menciptakan peradaban manusia yang sesungguhnya.
Di sinilah diperlukannya solusi terbaik untuk menata peradaban manusia, bangsa dan dunia pada umumnya, serta konsolidasi kaum Muslimin pada khususnya.
Maka Solusi terbaik dan ampuh adalah menjadikan syariat Islam yang penuh rahmat sebagai landasan, visi dan misi utama diutusnya Nabi Muhammad SAW dalam segala lini dan aspek kehidupan.
Allah SWT menjelaskan di dalam firmanya:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ
Artinya: “Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS Al-Anbiyaa’ [21]: 107).
Pada ayat lain disebutkan:
شَرَعَ لَكُمْ مِنْ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلاَ تَتَفَرَّقُوا فِيهِ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ اللَّهُ يَجْتَبِيإِلَيْهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَنْ يُنِيبُ
Artinya: “Dia (Allah) telah mensyari’atkan bagi kamu tentang Ad-Dien, apa yang telah diwasiatkanNya kepada Nuh dan apa yang telah Kami (Allah) wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa, yaitu: “Tegakkanlah Ad-Dien dan janganlah kamu berpecah-belah tentangnya.” Berat bagi musyrikin menerima apa yang engkau serukan kepada mereka itu. Allah menarik kepada Ad-Dien itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (Ad-Dien)-Nya orang yang kembali kepada-Nya.” (Q.S. Asy-Syura/42 : 13).
Kaum Muslimin wal Muslimat rahimakumullah
Selanjutnya, dengan ajaran yang rahmatan lil ‘alamin itulah, Islam mapu menata peradaban dunia dengan mempersatukan visi, misi, tujuan dan derap langkah kaum Muslimin seluruh dunia dalam satu atap yakni atap Jama’ah Muslimin.
Karena itu, sesuai sifatnya, wadah bersatunya kaum Muslimin itu pun bersifat rahmatan lil ‘alamin, di bawah naungan Al-Quran dan As-Sunnah.
Sebagaimana perbedaan terjadi dalam hal-hal yang bersifat fisik, keragaman juga bisa terjadi dalam memahami ajaran agama. Oleh karena itu kita melihat berbagai macam corak pemikiran dan pandangan dalam Islam. Terdapat banyak kelompok, organisasi, jam’iyyah, jama’ah dan madzhab serta aliran yang berbeda-beda. Semuanya berafiliasi kepada Islam dan menyatakan diri sebagai bagian dari umat Islam.
Dengan keragaman yang ada, justru membuat kita mempunyai pilihan-pilihan untuk menentukan corak pemikiran Islam mana yang akan kita ikuti. Dengan membandingkan kelebihan dan kekurangan setiap organisasi Islam, kita bisa menentukan sikap untuk bergabung dengan organisasi yang mana yang menurut kita paling dekat kepada kebenaran dan paling tinggi nilai manfaatnya. Artinya, keragaman yang ada adalah rahmat dari Allah kepada manusia, agar timbul sikap saling menghargai dan saling menghormati dan saling menyempurnakan..
Oleh karena itu, ada beberapa sikap yang seharusnya kita ambil dalam berinteraksi dengan keragaman kelompok dan pemikiran dalam agama Islam, agar perbedaan yang ada tidak menimbulkan perpecahan dan kebencian, apalagi sampai berakibat saling memusuhi dan menjatuhkan yang akan menghilangkan kemurnian agama islam sebagai rahmat bagi suluruh alam.
Adapun sikap-sikap tersebut anatara lain :
Yang pertama; beramal dengan ikhlas kepada Allah subhanahu wataala dan membersihkan hati dari hawa nafsu. Kita perlu mendasari cara beragama kita dan pilihan yang kita ambil dalam mengikuti suatu pendapat atau suatu kelompok atas dasar mencari ridha Allah, bukan karena nafsu duniawi. Hal yang sama juga kita perlu lakukan dalam menilai kaum muslimin yang mempunyai pendapat dan cara pandang yang berbeda dengan kita. Hendaklah kacamata yang digunakan adalah ridha Allah, bukan dengki dan iri hati, juga bukan persaingan dan perdebatan. Allah ta’ala berfirman:
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus."(Q.S al-An’am: 162-163)
Jika kita beragama karena mencari ridha Allah dan dalam rangka mewujudkan ketaatan kepada Alla, maka tidak mungkin kita akan memusuhi kaum muslimin lain, hanya karena ia berbeda pandangan dengan kita.
Yang kedua; tidak fanatic berlebihan sampik menganggap paling benar terhadap seorang tokoh, suatu kelompok atau pemikiran. Kebenaran tidak mengenal tempat dan tidak menjadi monopoli kelompok atau ulama tertentu. Kebenaran adalah sesuatu yang sesuai dengan al-Qur’an dan as-Sunnah, walaupun itu ada pada orang yang kita benci atau kelompok yang kita anggap menyimpang. Janganlah kecintaan kepada seorang ulama atau keanggotaan dalam sebuah organisasi Islam membuat kita buta dan tuli, sehingga tidak mau menerima kebenaran dari ulama atau kelompok lain. Karena sekali lagi, ketika kita mengikuti seorang tokoh atau organisasi Islam, kita mengikutinya atas dasar keikhlasan kepada Allah, bukan fanatik dan cinta buta yang tidak dilandasi dengan pemahaman. Dalam sebuah hadis dikatakan:
عَنْ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍأَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَيْسَ مِنَّا مَنْ دَعَا إِلَى عَصَبِيَّةٍ وَلَيْسَ مِنَّا مَنْ قَاتَلَ عَلَى عَصَبِيَّةٍ وَلَيْسَ مِنَّا مَنْ مَاتَ عَلَى عَصَبِيَّةٍ
“Dari Jubair bin Muth’im, bahwasannya Rasulullah shallallahu alahi wasallam bersabda: “Bukan termasuk golongan kami orang yang mengajak kepada fanatisme, bukan termasuk golongan kami orang yang berperang atas nama fanatisme, dan bukan termasuk golongan kami orang mati karena fanatisme.”(H.R Abu Dawud)
Yang ketiga; bersikap obyektif dalam menilai orang lain atau kelompok lain. Karena setiap orang mempunyai kelebihan dan kekurangan. Demikian juga setiap kelompok mempunyai jasa baik terhadap Islam, sekecil apapun jasa tersebut. Dan karena Islam mengajarkan kepada kita untuk berlaku adil dan obyektif, bahkan kepada orang yang paling kita benci. Dan kelompok-kelompok dalam Islam pastinya bukan orang yang seharusnya kita benci, sehingga kewajiban untuk bersikap obyektif kepada mereka menjadi lebih jelas. Allah berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ (المائدة: 8)
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S al-Maidah: 8)
Sikap obyektif ini bisa diwujudkan dengan apresiasi terhadap organisasi Islam lain yang telah melakukan suatu hal yang bermanfaat untuk Umat Islam. Tidak perlu ada perasaan iri karena bukan kelompok kita yang berprestasi, karena pada dasarnya semua kaum muslimin adalah saudara kita, terlepas dari organisasi Islam apa yang mereka ikuti. Sehingga prestasi mereka juga menjadi hal yang menggembirakan bagi kita, karena kita seperti satu tubuh yang satu. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
تَرَى الْمُؤْمِنِينَ فِي تَرَاحُمِهِمْ وَتَوَادِّهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى عُضْوًا تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ جَسَدِهِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
“Engkau melihat kaum mukminin dalam cinta dan kasih mereka seperti satu tubuh, apabila salah satu anggota tubuh mengeluh sakit, semua badan tidak bisa tidur dan merasakan demam.”(H.R. al-Bukhari)
Yang keempat; ber-husnudzdzon dan mendoakan kebaikan untuk kelompok lain. Janganlah melihat orang yang berbeda dengan kita dengan kacamata gelap dan selalu berprasangka buruk. Karena Rasulullah mengajarkan kita untuk selalu mencari alasan-alasan yang baik untuk sebuah hal yang kita sangka sebagai kesalahan dari orang lain. Dan karena pada dasarnya tidak ada yang benar-benar mengetahui hakikat suatu masalah kecuali Allah subhahanahu wataala. Allah berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ)الحجرات: 12(
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa…” (Q. S al-Hujurat: 12)
Rasul juga bersabda:
“Jauhilah oleh kalian berprasangkan, karena prasangkan adalah perkataan yang paling dusta.” (H.R Abu Dawud)
Dalam perbedaan kita dengan kelompok lain, hendaklah kita senantiasa mendoakan kebaikan untuk seluruh umat Islam. Jangan biarkan perbedaan memunculkan kebencian. Lawanlah lintasan rasa benci yang mungkin muncul dengan lantunan doa untuk setiap saudara muslim kita.
Yang kelima; hendaklah kita mencari titik persamaan dan bekerjasama dalam hal yang disepakati. Alangkah dahsyatnya kekuatan umat Islam apabila semua potensi yang ada disinergikan. Sudah pasti kita tidak bisa bekerjasama dalam semua hal, karena akan ada sekat-sekat yang muncul karena perbedaan pandangan dalam beberapa persoalan. Tapi yakinlah, bahwa masih sangat banyak masalah yang disepakati dan bisa menjadi lahan untuk bekerjasama antara kelompok dan organisasi Islam yang ada. Kesampingkan sisi-sisi perbedaan, dan carilah titik-titik persamaan yang menumbuhkan perasaan bersaudara dan berjuang bersama. Karena tuhan kita sama, agama kita sama, nabi kita sama, kiblat kita sama, sholat dan ibadah kita sama, dan kita dipanggil dan dikenal di dunia ini dengan panggilan yang sama, yaitu: kaum muslimin.
Oleh karena itu, salah seorang tokoh pergerakan Islam menyebutkan sebuah kaedah penting dalam interaksi antara kelompok-kelompok Islam dengan mengatakan:
نَتَعَاوَنُ فِيْمَا اتَّفَقْنَا، وَيَعْذُرُ بَعْضُنَا بَعْضًا فِيْمَا اخْتَلَفْنَا
“Hendaklah kita saling bekerjasama dalam hal-hal yang kita sepakati, dan hendaklah kita saling memaklumi dan memaafkan dalam hal-hal yang kita berselisih.”
Demikianlah beberapa sikap yang harus kita lakukan dalam interaksi antar sesame manusia,antara kelompok dan antar organisasi Islam yang berbeda. Pada akhirnya setiap kita akan berdiri di depan Allah untuk mempertanggung jawabkan pilihan-pilihan kita dalam beragama. Dan sampai saat itu terjadi, kita tidak bisa memastikan kelompok mana yang paling benar dan paling diridhai Allah subhanahau wataala. Maka tidak perlulah kita meng-klaim kebenaran hanya pada kelompok kita. Tidak perlu juga kita menyerang, merendahkan, meremehkan, menganggap diri paling benar dan mengnggap yang lain salah karena mereka berbeda dengan kita. Mari kita tampakkan islam sebagai rahmatan Lil’alamin Mari kita jaga hubungan persaudaraan antara sesama kita, dan kita sinergikan semua potensi umat untuk mewujudkan kebangkitan dan kejayaan Islam di dunia.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْم،أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْم.
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ