Ekoteologi, Ekologi dan Nur Muhammad
Opini

Ekoteologi, Ekologi dan Nur Muhammad

18 Sep 2025 | 506 | Humas Cabang APRI Sulawesi Selatan | Admin

Artikel ini mengeksplorasi hubungan teologis antara ekologi dan konsep Nūr Muḥammad dalam tradisi Sufi—yakni cahaya primordial Nabi Muhammad ﷺ—sebagai kerangka spiritual untuk pelestarian lingkungan. Melalui pendekatan ekoteologi Islam yang bertumpu pada wahdat al-wujūd (kesatuan wujud), ekoteologi ini menegaskan bahwa alam bukan sekadar objek, tetapi manifestasi spiritual yang terhubung dengan sumber cahaya Ilahi. Kajian ini memperkuat wacana Islam ekoteologis dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip keberlanjutan, tawhīd, amanah, dan keseimbangan (mīzān), serta menegaskan relevansi nilai Nūr Muḥammad sebagai penyemai etika ekologis.

Ekoteologi, sebagai teologi konstruktif yang menyoroti hubungan antara agama dan alam, membuka jalan untuk pendekatan yang lebih holistik dalam menangani degradasi ekologis . Dalam konteks Islam, prinsip-prinsip seperti tawhīd (keesaan Tuhan), amanah/khalīfah (tanggung jawab manusia), dan mīzān (keseimbangan) menjadi fondasi etika ekologis .

Ekoteologi dalam Perspektif Islam
Ekoteologi Islam menekankan bahwa manusia adalah khalīfah (penjaga) bumi, bukan penguasa hakiki . Alam dianggap sebagai ayat, bukan objek mati, yang harus dihormati dan dirawat . Pemikiran modern seperti yang dikembangkan oleh Seyyed Hossein Nasr turut memberi kontribusi signifikan terhadap gerakan ini, dengan pendekatan spiritual dan sufistik yang menentang materialisme dan dominasi manusia atas alam .

Nūr Muḥammad dalam Tradisi Sufi
Konsep Nūr Muḥammad mengandung makna bahwa cahaya pertama dari keberadaan adalah Nabi Muhammad ﷺ, yang menjadi asal segala makhluk dan alam semesta. Dalam tradisi Sufi seperti pengikut Sayyid Abdul Qadir Gilani, Nūr Muḥammad diakui sebagai sumber kosmik yang memancar ke berbagai aspek realitas ciptaan . Narasi-narasi metafisik seperti ini memperlihatkan dimensi spiritual yang tak terpisahkan antara manusia, alam, dan pencipta.

Wahdat al-Wujūd dan Ekoteologi Sufistik
Pendekatan Sufi seperti wahdat al-wujūd (kesatuan wujud)—dikembangkan oleh Ibn ʿArabī—memandang semua ciptaan memiliki hakikat yang serentak dengan Tuhan melalui kesatuan esensial . Dengan demikian, alam bukan subtansi “lain”, tapi bagian dari keseluruhan kosmik yang memantulkan kehendak Ilahiah. Pendekatan ini mendobrak antroposentrisme dan menempatkan manusia dalam keseimbangan relasional dengan semesta.

Integrasi Nūr Muḥammad dalam Etika Ekologis
Integrasi Nūr Muḥammad dalam ekoteologi Islam memberi beberapa implikasi nyata:

Transformasi kesadaran ekologis: Jika setiap elemen alam dianggap memantulkan cahaya Ilahi, eksploitasi berlebihan akan digantikan oleh penghormatan dan tanggung jawab.
Ibadah ekologis: Tindakan seperti menanam pohon, menghindari limbah, dan melindungi satwa menjadi ekspresi spiritual dan implementasi amanah manusia sebagai khalīfah – sejalan dengan sunnah Nabi ﷺ .
Pendidikan teologis lingkungan: Nilai seperti tawhīd, amanah, dan keseimbangan (mīzān) dapat diajarkan melalui narasi Nūr Muḥammad dalam institusi keagamaan dan pendidikan .
Studi Terkini dalam Ekoteologi Islam
Beberapa studi akademik mutakhir memperkuat kerangka ini:

Mujiyono Abdillah menyajikan pendekatan Qur’ani yang menempatkan manusia sebagai khalīfah dengan prinsip keberlanjutan, mīzān, dan larangan fasād (kerusakan) .
Studi oleh Alfadhli dkk. memetakan ekoteologi Islami dengan basis tawhīd, amanah, dan istishlāḥ (kesejahteraan) .
Quddus (2012) mengidentifikasi tawhīd, amanah-khalīfah, dan ākhirah (pertanggungjawaban akhirat) sebagai pilar dasar etika ekologis Islam 
Ekoteologi Islam yang diperkaya dengan konsep Nūr Muḥammad membentuk paradigma ekologi yang holistik, spiritual, dan transformatif. Alam diakui sebagai bagian dari cahaya Ilahi yang harus dihormati dan dipelihara. Pendidikan nilai, implementasi tindakan ekologis sebagai ibadah, serta integrasi sufistik seperti wahdat al-wujūd memperkuat landasan moral dan spiritual untuk pelestarian lingkungan. Dengan demikian, ekoteologi berbasis Nūr Muḥammad bukan sekadar pemikiran teologis, melainkan panggilan etis dan spiritual yang mewajibkan umat Islam untuk menjaga keseimbangan dan harmoni ciptaan.

Penulis Syamsir Nadjamuddin S Ag 
(ASN Penghulu Kemenag Maros)

Daftar Pustaka Singkat
Wikipedia: Ecotheology, Islamic environmentalism, Nūr (Islam), Seyyed Hossein Nasr .
Studi akademik: Mujiyono Abdillah (2025), Alfadhli dkk. (2024), Quddus (2012) .
Mohsen Kadivar, Ekoteologi Lingkungan/Alam

Bagikan Artikel Ini

Infografis
Tag Terpopuler