
Opini
Belajar Ekoteologi melalui Cermin Tuhan
27 Sep 2025 | 53 | Humas Cabang APRI Sulawesi Selatan | Biro Humas APRI Sulawesi Selatan
Krisis ekologis global menuntut paradigma baru dalam memandang relasi manusia dengan alam. Artikel ini membahas ekoteologi sebagai pendekatan teologis yang mengintegrasikan iman dengan tanggung jawab ekologis. Melalui konsep “cermin Tuhan,” alam dipahami sebagai medium teofanik yang merefleksikan sifat-sifat ilahi. Kajian ini menunjukkan bahwa sikap merawat lingkungan merupakan bagian integral dari spiritualitas dan praksis iman keagamaan.
Percepatan industrialisasi dan modernisasi telah mendorong eksploitasi alam secara berlebihan. Fenomena seperti pemanasan global, pencemaran, dan deforestasi adalah bukti nyata bahwa paradigma antroposentris gagal menjaga keseimbangan ekosistem (White, 1967). Dalam konteks ini, muncul kebutuhan akan kerangka pemikiran yang tidak hanya ekologis, tetapi juga teologis. Ekoteologi hadir sebagai jawaban yang memandang alam sebagai bagian integral dari iman manusia kepada Tuhan.
Ekoteologi: Iman dan Lingkungan dalam Kesatuan
Ekoteologi adalah refleksi teologis mengenai relasi antara manusia, Tuhan, dan alam. Teologi Kristen, misalnya, memahami penciptaan sebagai imago Dei—bahwa alam diciptakan baik adanya (Kejadian 1:31). Islam juga menegaskan bahwa manusia adalah khalifah di bumi dengan tanggung jawab memelihara ciptaan (QS. Al-Baqarah: 30). Perspektif ini menegaskan bahwa lingkungan bukan sekadar sumber daya, melainkan amanah spiritual yang harus dijaga (Conradie, 2006).
Alam sebagai Cermin Tuhan
Alam dapat dipahami sebagai “cermin” yang memantulkan wajah Tuhan. Dalam filsafat teologi, realitas natural dipandang sebagai teofani, yakni manifestasi kehadiran ilahi dalam ciptaan (Nasr, 1996). Melalui keteraturan kosmos, manusia dapat melihat hikmat Tuhan; melalui keindahan panorama alam, manusia menemukan keagungan-Nya. Dengan demikian, perusakan lingkungan bukan hanya krisis ekologis, tetapi juga krisis spiritual, sebab manusia menodai cermin tempat Tuhan memperlihatkan diri-Nya.
Praksis Ekoteologi
Belajar iman melalui cermin Tuhan menuntut praksis ekologis yang nyata. Beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain:
1. Etika konsumsi: mengurangi pola hidup konsumtif dan memilih gaya hidup ramah lingkungan.
2. Konservasi: menanam pohon, menjaga sungai, dan melestarikan habitat sebagai bentuk ibadah ekologis.
3. Energi terbarukan: menggunakan sumber energi yang lebih bersih sebagai wujud tanggung jawab iman terhadap bumi.
Praksis ini menunjukkan bahwa spiritualitas sejati tidak hanya berhenti pada doa dan ritual, tetapi diwujudkan dalam sikap etis terhadap lingkungan (Boff, 1997).
Ekoteologi melalui konsep “cermin Tuhan” mengajarkan bahwa alam adalah media spiritual yang memperlihatkan kebesaran Ilahi. Menjaga lingkungan bukan sekadar tindakan ekologis, melainkan ekspresi iman yang mendalam. Dengan demikian, belajar ekoteologi berarti belajar mengenal Tuhan melalui ciptaan-Nya sekaligus berkomitmen merawat bumi sebagai rumah bersama.
(Syamsir Nadjamuddin, S. Ag)
ASN Kemenag Maros
Daftar Pustaka
Boff, L. (1997). Cry of the Earth, Cry of the Poor. Maryknoll: Orbis Books.
Conradie, E. M. (2006). Christianity and Ecological Theology: Resources for Further Research. Stellenbosch: Sun Press.
Nasr, S. H. (1996). Religion and the Order of Nature. Oxford: Oxford University Press.
White, L. (1967). “The Historical Roots of Our Ecologic Crisis.” Science, 155(3767), 1203–1207.
Reporter : Syamsir. N
Editor : Alimin
Komentar Pembaca
Salewangang Ilmu Maros
2025-09-29 17:00:41
Al Hamdu lillah
Ekoteologi gagasan Kemenag RI