ALLAH MENCINTAI YANG KUAT DARI PADA YANG LEMAH
Khutbah

ALLAH MENCINTAI YANG KUAT DARI PADA YANG LEMAH

  29 Oct 2024 |   61 |   Penulis : Humas PC APRI Lambar|   Publisher : Biro Humas APRI Lampung

Imam Al-Mundziri Rahimahullah mengatakan, “Dan sahabat Abu Umamah Radhiyallahu ‘Anhu meriwayatkan bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

يَا ابْنَ آدَمَ، إِنَّكَ أن تَبْذُلِ الفَضْلَ خَيرٌ لَكَ، وأن تُمْسِكَهُ شَرٌّ لَكَ، وَلا تُلامُ عَلى كَفَافٍ، وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ، واليَدُ العُليَا خَيْرٌ مِنَ اليَدِ السُّفْلَى

“Wahai anak Adam, sesungguhnya engkau mensedekahkan harta yang melebihi kebutuhanmu itu lebih baik bagimu, dan engkau menahannya/tidak mensedekahkannya itu buruk bagimu, dan engkau tidak dicela karena menahan sesuatu yang menjadi kebutuhanmu, mulailah berinfaq dengan orang-orang yang wajib engkau nafkahi, dan tangan diatas lebih baik daripada tangan dibawah.” (HR. Muslim)

Al-Imam Al-Mundziri Rahimahullah mengatakan bahwa tangan diatas adalah tangan yang berinfaq atau yang berinfaq. Hal ini sebagaimana tertera dalam hadits yang lain.

Kemudian Al-Khaththabi mengatakan bahwa diriwayatkan disebagian riwayat hadits bahwasannya “tangan diatas” adalah yang tidak meminta-minta dan “tangan dibawah” yaitu yang meminta.

Juga diriwayatkan dari Al-Hasan Al-Bashri Rahimahullah bahwasannya yang dimaksud dengan tangan dibawah adalah yang menahan dan tidak memberi.

Dalam Keterangan lain dijelaskan juga Bahwa menjadi Pribadi yang Kuat dan Mandiri lebih Allah cintai dari pada pribadi yang lemah dan ketergantungan sebagai mana keterangan dibawah ini.

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اَلْـمُؤْمِنُ الْقَـوِيُّ خَـيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَـى اللهِ مِنَ الْـمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ، وَفِـيْ كُـلٍّ خَـيْـرٌ ، اِحْـرِصْ عَـلَـى مَا يَـنْـفَـعُـكَ وَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَلَا تَـعْجَـزْ ، وَإِنْ أَصَابَكَ شَـيْءٌ فَـلَا تَقُلْ: لَوْ أَنِـّيْ فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَـذَا ، وَلَـكِنْ قُلْ: قَـدَرُ اللهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ، فَإِنَّ لَوْ تَـفْـتَـحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , beliau berkata, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,  Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allâh Azza wa Jalla daripada Mukmin yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan. Bersungguh-sungguhlah untuk mendapatkan apa yang bermanfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allâh (dalam segala urusanmu) serta janganlah sekali-kali engkau merasa lemah. Apabila engkau tertimpa musibah, janganlah engkau berkata, Seandainya aku berbuat demikian, tentu tidak akan begini dan begitu, tetapi katakanlah, Ini telah ditakdirkan Allâh, dan Allâh berbuat apa saja yang Dia kehendaki, karena ucapan seandainya akan membuka (pintu) perbuatan syaitan.

TAKHRIJ HADITS
Hadits ini shahîh. Diriwayatkan oleh Muslim (no. 2664);  Ahmad (II/366, 370); Ibnu Mâjah (no. 79, 4168); an-Nasâ-i dalam Amalul Yaum wal Lailah (no. 626, 627); at-Thahawi dalam Syarh Musykilil Aatsâr (no. 259, 260, 262); Ibnu Abi Ashim dalam Kitab as-Sunnah (no. 356).

Dishahihkan oleh Syaikh al-Albâni rahimahullah dalam Hidâyatur Ruwât ila Takhrîji Ahâdîtsil Mashâbîh wal Misykât (no. 5228).

SYARAH HADITS
 Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

اَلْـمُؤْمِنُ الْقَـوِيُّ خَـيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَـى اللهِ مِنَ الْـمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ وَفِـيْ كُـلٍّ خَـيْـرٌ

Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allâh daripada Mukmin yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan

Hadits ini mengandung beberapa perkara besar dan kata-kata yang memiliki arti luas. Di antaranya yaitu menetapkan adanya sifat mahabbah bagi Allâh Azza wa Jalla . Sifat ini terkait dengan orang-orang yang dicintai-Nya dan yang mencintai-Nya. Hadits ini juga menunjukkan bahwa mahabbah Allâh tergantung keinginan dan kehendak-Nya. Kecintaan Allâh kepada makhluk-Nya berbeda-beda, seperti kecintaan-Nya kepada Mukmin yang kuat lebih besar dari kecintaan-Nya kepada Mukmin yang lemah.

Hadits ini juga mencakup aqidah qalbiyyah (keyakinan hati), perkataan, dan perbuatan sebagaimana madzhab ahlus sunnah wal jamaah. Karena iman itu terdiri dari tujuh puluh cabang lebih, yang paling tinggi adalah kalimat LÂ ILÂHA ILLALLÂH, dan yang paling rendah yaitu menyingkirkan suatu yang mengganggu dari jalan. Dan malu itu merupakan cabang dari iman.

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

اَلْإِيـْمَـانُ بِـضْـعٌ وَسَبْـعُوْنَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّوْنَ شُعْبَةً ، فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَأَدْنَـاهَا إِمَاطَةُ اْلأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ، وَالْـحَيَاءُ شُعْبَـةٌ مِنَ اْلإِيْمَـانِ

Iman memiliki lebih dari tujuh puluh cabang atau enam puluh cabang. Cabang yang paling tinggi adalah perkataan LÂ ILÂHA ILLALLÂH, dan yang paling rendah adalah menyingkirkan duri (gangguan) dari jalan. Dan malu adalah salah satu cabang iman.[1]

Cabang-cabang yang kembalinya kepada amalan-amalan bathin dan zhahir ini, semuanya termasuk bagian dari iman. Barangsiapa yang mengerjakannya dengan benar, memperbaiki dirinya dengan ilmu yang bermanfaat dan amal shalih, juga memperbaiki orang lain dengan saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran, maka dia adalah Mukmin yang kuat. Dalam diri orang seperti ini terdapat tingkatan iman yang paling tinggi. Siapa yang belum sampai pada tingkatan ini, maka dia adalah Mukmin yang lemah.

Dari Uraian di atas penulis mengajak marilah kita mulai dari dalam yaitu pribadi kita sebagai pribadi yang tangguh dan kuat guna menciptakan Umat yang berkwalitas dan berdaya saing unggul untuk menjadikan masa depan umat yang lebih baik.Wallahu alam Bishshawab.... 

Share | | | |