CINTAI KEBENARAN TAPI MAAFKANLAH KESALAHAN
Inspirasi

CINTAI KEBENARAN TAPI MAAFKANLAH KESALAHAN

01 Jan 2025 | 286 | PC APRI Lampung Timur | Biro Humas APRI Lampung

Ngaji Filsafat
CINTAI KEBENARAN TAPI MAAFKANLAH KESALAHAN
By: Tohari bin Misro

Cintailah kebenaran dengan segenap jiwamu, tapi jangan lupa bahwa mengampuni adalah bagian dari mencintai. Sebab, tanpa maaf, kebenaran bisa menjadi pedang yang melukai, bukan sinar yang menyembuhkan. Jadilah matahari yang adil, yang tetap bersinar bahkan ketika mendung menghalangi, jadilah hujan yang membasahi tanah yang gersang, memaafkan kekeringan yang melanda.

Kebenaran yang dicintai tanpa pengampunan adalah nyala api yang membakar tanpa henti. Tapi kebenaran yang diiringi oleh maaf, adalah cahaya yang menyala dengan damai, membawa kehangatan yang tak hanya mengungkap, tapi juga menyembuhkan. Cintailah kebenaran dalam kejujurannya, namun jangan pernah takut untuk merangkul kesalahan dengan pelukan maaf yang tulus.

"Seseorang yang suka berbohong kepada dirinya sendiri, dan percaya pada kebohongannya sendiri, akan menjadi tidak mampu mengenali kebenaran yang sesungguhnya, baik dalam dirinya maupun dalam diri orang lain, dan pada akhirnya dia kehilangan rasa hormat terhadap dirinya sendiri dan terhadap orang lain. 
Ketika dia tidak bisa menghormati siapa pun, dia tidak bisa lagi mengasihi oranglain, dan untuk mengalihkan perhatiannya, karena tidak memiliki kasih sayang di dalam dirinya, dia menyerah pada hasratnya, menikmati bentuk kesenangan yang paling rendah dan tidak terpuji, dan pada akhirnya berperilaku tanpa perasaan seperti binatang.
Dan semua itu berasal dari kebiasaannya berbohong dan berbohong lagi kepada orang lain dan kepada diri sendiri."

Mengenal Biografi Voltaire (lahir 21 November 1694, Paris , Prancis—meninggal 30 Mei 1778, Paris) adalah salah satu penulis Prancis terhebat . Meskipun hanya sedikit karyanya yang masih dibaca, ia tetap dikenal di seluruh dunia sebagai pejuang pemberani melawan tirani , kefanatikan , dan kekejaman. Melalui kapasitas kritisnya,kecerdasan , dan sindiran , karya Voltaire dengan penuh semangat menyebarkan cita-cita kemajuan yang ditanggapi oleh semua bangsa. Kehidupannya yang panjang mencakup tahun-tahun terakhir klasisisme dan menjelang era revolusioner , dan selama masa transisi ini karya dan aktivitasnya memengaruhi arah yang diambil oleh peradaban Eropa.

MENCINTAI KEBENARAN TAPI MEMAAFKAN KESALAH DALAM ISLAM

Hudzaifah Bin al-Yaman radliyallalhu 'anhu menuturkan:

إِنَّ الحَقَّ ثَقِيْلٌ، وَهُوَ مَعَ ثِقَلِهِ مَرِيْئٌ. وَإِنَّ البَاطِلَ خَفِيْفٌ، وَهُوَ مَعَ خِفَّتِهِ وَبِيْئٌ. 

Sesungguhnya kebenaran itu berat, meskipun ia berat namun ia mudah diterima (oleh manusia). Dan sesungguhnya kebatilan itu ringan, meskipun ia ringan namun akibatnya begitu membahayakan (bagi manusia). [ al-Zuhdu, hal. 291, karya Ibnul Mubarok ]. 

Dari penuturan Hudzaifah bin al-Yaman radliyallahu 'anhu dapat kita ambil pelajaran:

- Bahwa orang yang memegang kebenaran (baik al-Qur'an atau as-Sunnah) harus benar-benar memiliki hati yang kuat dan jiwa yang sabar, karena untuk memikul kebenaran sangatlah berat, pasti ada ujian yang harus dihadapi, dan ada rintangan yang menghalangi.

- Kebenaran itu mudah diterima oleh manusia, karena ia sesuai dengan fitrah manusia (hati yang suci dan akal yang sehat) yang belum terkotori dengan pemikiran-pemikiran yang rancu. 

- Kebatilan itu sifatnya ringan dan tidak berat bagi manusia, karena memang kebanyakan dari kebatilan itu sesuai dengan hawa nafsu manusia. 

- Namun begitu, kebatilan meskipun ringan, ia memiliki akibat buruk yang amat besar. Karena kebatilan tidak pernah selaras dengan al-Qur'an dan as-Sunnah, bahkan ia menyelisihi petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Maka setiap kebatilan akan mengundang kemurkaan Allah Ta'ala. 

اللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ

Ya Allah, tunjukkanlah kepada kami kebenaran itu adalah kebenaran dan berikanlah karunia kepada kami untuk bisa mengikutinya. Dan tunjukkanlah kepada kami yang batil itu adalah batil serta berikanlah karunia kepada kami untuk bisa menjauhinya.

Memaafkan orang lain memang merupakan akhlak yang mulia. Namun tidak selamanya memaafkan itu lebih baik dan lebih utama. Adakalanya yang lebih baik adalah memberi hukuman dan tidak memaafkan.

Di antara akhlak yang mulia adalah seseorang memaafkan orang yang berbuat zalim kepadanya. Allah ta’ala berfirman,

الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

“(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan” (QS. Ali Imran: 134).

Allah ta’ala juga berfirman,

وَأَنْ تَعْفُوا أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى

“dan jika kamu memaafkan itu lebih dekat kepada takwa” (QS. Al Baqarah: 237).

Syaikh Muhammad menjelaskan, “Di antara bentuk bermuamalah dengan akhlak mulia kepada orang lain adalah jika anda dizalimi atau diperlakukan dengan buruk oleh seseorang, maka anda memaafkannya. Karena Allah ta’ala telah memuji orang-orang yang suka memaafkan orang lain” (Makarimul Akhlak, hal. 25).

Maka, tidak ragu lagi memaafkan itu lebih utama secara umum. Dan membalas kezaliman dengan pemaafan itu merupakan bentuk membalas dengan kebaikan yang Allah sebutkan dalam firman-Nya,

وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ

“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Balaslah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik. Maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia” (QS. Fushilat: 34).

Ibnu Katsir dalam Tafsir-nya menjelaskan, “Maksudnya, jika engkau berbuat baik kepada orang yang menzalimimu, maka perbuatan baikmu tersebut akan mengantarkan kepada sikap bersahabat, cinta dan perendahan diri dari orang tersebut. Sampai orang tersebut seolah seperti hamim bagimu. Yaitu, sahabat dekat bagimu. Karena begitu sayangnya dan begitu baiknya ia kepadamu” (Tafsir Qur’anil Azhim, 7/181).

Maka, memaafkan orang lain, selain diganjar pahala yang besar oleh Allah, juga akan mengubah permusuhan menjadi persahabatan.

Namun, memaafkan itu tidak selamanya lebih baik dan utama. Allah ta’ala berfirman,

وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ

“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan melakukan perbaikan maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim” (QS. Asy Syura: 40).

Syaikh Muhammad menjelaskan, “Dalam ayat ini Allah menggandengkan pemaafan dengan ishlah (perbaikan). Maka pemaafan itu terkadang tidak memberikan perbaikan.

Terkadang orang yang berbuat jahat pada anda adalah orang yang bejat, yang dikenal oleh masyarakat sebagai orang yang buruk dan rusak. Jika anda memaafkannya, maka ia akan semakin menjadi-jadi dalam melakukan keburukannya dan semakin rusak. Maka yang lebih utama dalam kondisi ini, anda hukum orang ini atas perbuatan jahat yang ia lakukan. Karena dengan demikian akan terjadi ishlah (perbaikan).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,

الإصلاح واجب والعفو مندوب, فإذا في العفو فوات الإصلاح فمعنى ذلك أننا قدمنا مندوبا على الواجب. هذا لا تأتي به الشريعة

“Ishlah (perbaikan) itu wajib, sedangkan memaafkan itu sunnah. Jika dengan memaafkan malah membuat tidak terjadi perbaikan, maka ini berarti kita mendahulukan yang sunnah daripada yang wajib. Yang seperti ini tidak ada dalam syariat.” (Makarimul Akhlak, hal. 27).

Maka terkadang, tidak memaafkan dan menjatuhkan hukuman itu lebih utama. Jika memang hukuman tersebut akan menjadi kebaikan bagi si pelaku, kebaikan bagi masyarakat atau kebaikan bagi agama.


Wallahua'lam

Bagikan Artikel Ini

Infografis
Tag Terpopuler